Rabu, 29 Juli 2020

NASKAH KHUTBAH ‘IDUL ADHA 1441 H

NASKAH KHUTBAH ‘IDUL ADHA 1441 H 

Memusnahkan Sifat-Sifat Kebinatangan Demi Mencapai Nilai-Nilai Kemanusiaan

(Refleksi Atas Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim AS)

 

 

Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin. M.Th.I

Dosen IAIN Ternate

 

اللهُ أَكْبَرُ ,9x  لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ،ـ

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ الْوَاحِدُ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عبادالله أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ

عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَـرُ

اللهُ أَكْبَرُ   3x اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Allahamdulillah puji syukur kepada Allah swt yang masih mempertemukan kita dengan bulan mulianya yaitu bulan zulhijjah, bulan yang penuh berkah dan tentunya sarat akan makna sebuah pengorbanan.

Ibadah haji dan Kurban adalah dua peristiwa yang tak terpisahkan pada perayaan hari raya Idul ‘Adha. Namun pelaksanaannya pada tahun ini tentu sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya pandemi covid-19 yang sampai saat sekarang ini masih melanda seluruh Negeri. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menyurutkan semangat kita untuk terus mendekatkan diri kepada Allah swt.

Pelaksanaan ibadah haji tahun ini pun ditiadakan oleh pemerintah Indonesia, berdasarkan adanya aturan dari kerajaan Arab Saudi yang tidak mengizinkan adanya jama’ah dari lintas negara, dan hanya penduduk setempat yang diberikan izin untuk melaksanakan ibadah haji dengan pembatasan jumlah serta aturan yang ketat. Tentu hal ni semata-mata demi kemashlahatan bersama serta memprioritaskan keselamatan ummat.

Allahu akbar 3x walillahilhamd

Jama’ah yang dmuliakan oleh Allah swt

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa ibadah kurban sangat erat kaitannya dengan kisah Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya. Hal ini berawal dari keikhlasan beliau melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih putranya yaitu Nabi Ismail AS, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S al-Shaffat: 102-103

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ   (102)فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ(103)  

Terjemah:

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

 “Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah)”

 

Sebelum melakukan eksekusi, Nabi Ibrahim AS melakukan proses penghayatan atas mimpinya yang terjadi pada tanggal 8 dzul hijjah atau dikenal dengan hari tarwiyah, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan pada tanggal 9 dzul hijjah atau dikenal dengan hari arafah, kemudian dilanjutkan proses eksekusi pada tanggal 10 dzul hijjah

Rentetan atau urutan dari setiap proses yang Ia lakukan ternyata memiliki makna yang luar biasa dan bahkan dijadikan sebagai rangkaian dari pelaksanaan ibadah haji seperti berdiam diri di mina, hingga melaksanakan wukuf di padang arafah.

Dari proses tersebut kita bisa belajar bahwa untuk melaksanakan hingga mengambil sebuah keputusan, tidak boleh terburu-buru. Diawali dengan proses penghayatan atas sebuah perkara, kemudian melahirkan perencanaan dan akhirnya tertuang dalam sebuah pelaksanaan  yang tentunya diharapkan akan bedampak pada sebuah perubahan dan menjawab tuntutan batin kita.

Sebagaimana riwayat dari Sayyidina Ali ra, bahwa “barang siapa yang hari ini lebih baik dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang beruntung, barang siapa hari ini sama dengan kemarin, maka Ia adalah orang yang merugi, dan barangsiapa hari ini lebih buruk dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang terlaknak”.

Allahu akbar 3x walillahilhamd

Jama’ah yang dmuliakan oleh Allah swt

Ibadah kurban juga mengajarkan kepada kita agar berusaha untuk mengendalikan nafsu hewani. Sebab jika tidak, bisa berakibat fatal dalam memberi arah pada setiap langkah kehidupan. Berbeda halnya dengan nafsu insani yang tentunya akan mengarahkan kita kepada jiwa dan rasa kemanusiaan.

Hal ini sangat diharapakan agar terciptanya sikap memanusiakan manusia, karena tidak sedikit orang yang berpenampilan manusia tetapi berwatak hewan. Itu sebabnya perbedaan antara manusia dan hewan sangatlah sedikit, sesuai dengan istilah al-Insan huwa hayawan al-Nathiq (manusia adalah hewan yang mampu menggunakan daya nalar dan pikiran).

Adapun nafsu (sifat) hewani yang dimaksud antara lain:

1.      Buta akan sebuah batasan.  Maksdunya adalah hewan memiliki sifat yang tidak tahu akan sebuah batasan. Apakah hal yang dikerjakan itu tercela, terlarang atau diperbolehkan, milik sendiri atau milik orang lain semuanya dimakan atau diambil tanpa adanya batasan. Dan ketika terjadi kesalahan atau pelanggaran pun pasti tidak akan disadari. Bahkan yang baik kadang disangka jelek dan yang jelek disangka baik. karakter yang semacam ini terkadang juga mendiami hati manusia. Karena buta akan sebuah batasan, maka kadang perbuatan hina yang Ia lakukan dianggap sebuah kebanggaan. Dan akhirnya kehormatan serta harga diri pun jadi tumbalnya.  

2.      Rakus/Tamak. Karakter ini menjadikan binatang semakin buas ketika diberikan kesempatan, karena memang alat pemuasnya hanyalah berupa materi (material satisfaction), jadi tidak heran Ia ingin mengambil sebanyak-banyaknya tanpa harus memandang kepentingan, keadaan serta perasaan yang lainnya. Jika hal ini ada pada diri manusia, maka tentu Ia akan melakukan sesuatu atas kehendak pribadi (sesuai hawa nafsunya) tanpa memperhatikan kemashlahatan orang banyak. Dan bisa saja Ia menghalalkan segala cara demi mewujudkan ambisinya.

3.      Tidak memiliki akal pikiran. Hewan hanya mengandalkan insting, olehnya itu sangat wajar ketika menghadapi sesuatu, Ia tidak mampu mempertimbangkan mana hal yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mana yang membawa mudharat dan mana yang bermanfaat. Sebagai contoh, hewan ternatak yang memakan rerumputan tidak pernah menyeleksi apakah rumput itu bergizi ataukah beracun. Bahkan tidak bisa membedakan mana yang bersih dan mana yang kotor. Berbeda halnya dengan manusia yang senantiasa menggunakan akal pikirannya ketika hendak melakukan sebuah tindakan, halal dan haram pun tentu menjadi bahan pertimbangan. Olehnya itu ketika ada manusia yang tidak mampu menggunakan fungsi akalnya dengan baik, maka tidak ada bedanya Ia dengan karakter binatang yang hanya memperturutkan hawa nafsunya.

4.      Tidak memiliki rasa malu. Karakter hewan yang satu ini, menjadikan dirinya tidak pernah memilih tempat atau waktu untuk melakukan hal-hal yang tercela. Kadang Ia mempertontonkannya di depan umum. Membuka aurat hingga melakukan hal-hal yang berbau seksual di depan umum pun tidak pernah dipersoalkan. Ketika manusia memiliki sifat yang seperti ini, maka tidak ada lagi  perasaan malu dalam melakukan hal-hal yang tercela, serta tidak lagi memiliki rasa perikemanusiaan, bahkan merasa  bangga ketika melakukan kesalahan.

 

Allahu akbar 3x walillahilhamd

Jama’ah yang dmuliakan oleh Allah swt

Dari peristiwa kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, memberikan sebuah gambaran bahwa dalam melakukan pendekatan (taqarrub/qurbanan) kepada Allah, tentunya kita akan mendapatkan godaan, yaitu berupa kesenangan hidup yang bisa jadi akan mengantarkan kita kepada sifat kebinatangan.

Olehnya itu sebagai manusia kita telah dianugerahi akal dan pikiran, maka sudah sepatutnya untuk menyembelih serta memusnahkan sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita. Sehingga yang tersisa hanyalah sifat kemanusiaan yang tentu akan mengarahkan kita kepada sifat saling tolong menolong, kasih sayang, saling menghormati hingga sifat positif lainnya. Dan pastinya akan terlihat secara jelas perbedaan antara perilaku manusia dan perilaku hewan.

 

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم و نفعني وإياّكم بالآيات والذكر الحكيم، وتقبّل منّي ومنكم تلاوته إنّه هو السميع العليم

اللَّهُ أَكْبَرُ7x اللَّهُ أَكْبَروَلِلَّهِ الْحَمْدُ

إنّ الحمد لله، نحمده ونستعينه و نستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلله فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاّ الله وحده، لا شريك له، وأشهد أن محمّدا عبده و رسوله، لا نبيَّ بَعده . اللهم صلّ و سلّم على سيّدنا محمّد وعلى آله وأصحابه أجمعين .أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللَّهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ،

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللَّهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ.

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

اللَّهُ أَكْبَرُ3x اللَّهُ أَكْبَروَلِلَّهِ الْحَمْدُ

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

asasas

 sasasasas