Antara
Syari’at atau Adat ?
(sebuah makna filosofis budaya mappacci)
Oleh
: Muhammad Irfan Hasanuddin
Beragamnya budaya
yang ada di Indonesia, menjadikan Ia terbilang unik. Salah satunya adalah budaya
mappacci/mappaccing pada prosesi pernikahan adat Bugis Makassar. Sebelum
membahasnya lebih jauh perlu ditekankan bahwa hal ini bukanlah sebuah syari’at
yang tentu akan mengedepankan adanya dalil, melainkan hanya prosesi adat semata.
Namun hal ini dilakukan bukanlah tanpa dasar. Untuk melestarikan budaya
tersebut, maka para pemuka agama Bugis Makassar menggunakan dalil Ushul yang
mengatakan اَلْعَادَة
مُحَكَّمَةٌ (’Adah (adat)
itu bisa dijadikan patokan hukum). Serta dalil-dalil lainnya yang menunjukkan
perintah ta’faul (optimisme).
Pemandangan yang
sangat memukau hati dan sarat akan emosi ketika menyaksikan prosesi mappacci
atau diistilahkan dengan malam pacar yang dilakukan sehari sebelum prosesi akad
pernikahan. Budaya ini sudah menjadi keharusan bagi sebahagian masyarakat Bugis
Makassar sebagai salah satu bentuk sennu’-sennureng yang dalam bahasa agama
dikenal dengan istilah Tafa’ul atau sikap optimisme.
Sebelum acara mappacci,
didahului dengan prosesi khataman al-Qur’an dan dilanjutkan pembacaan kitab al-Barazanji.
Meraih berkah dari al-Qur’an dan salawat Nabi sudah menjadi bahan pokok dari
prosesi malam mappacci agar suasana terasa lebih khidmat dan sakral. Disamping
itu ada juga tambahan bagi suku Makassar yaitu prosesi a’ngaru, sebuah
budaya yang menyatakan ikrar kesetiaan.
Dahulu Ikrar atau Janji
ini biasanya diucapkan oleh para pengawal kerajaan gowa sebagai bukti
pengabdian setianya. Prosesi ini juga kadang digunakan ketika menyambut tamu
agung yang berkunjung ke kerjaan atau saat sekarang biasanya dipakai untuk
menyambut para pejabat negara atau pada prosesi adat pernikahan. Antara lain isi ikrarnya adalah:
BISMILLAHIRRAHMANIR
RAHIM
ATTA……..KARAENG
TABE’ KIPAMMOPORANG MAMA’
RIDALLEKANG LABBIRITTA
RISA’RI KARATUANTA
RIEMPOANG MATINGGITA
INAKKE MINNE, KARAENG
LAMBARA TATASSA’LA’NA GOWA
NAKARAPPEKANGI SALLANG, KARAENG
PANGNGULU RIBARUGAYA
NANATEPOKANGI SALLANG
PASORANG ATTANGNGA PARANG
INAI-INAIMO SALLANG, KARAENG
TAMAPPATTOJENGI TOJENGA
TAMAPPIADAKI ADAKA
KUSALAGAI SIRINNA
KUISARA PARALLAKKENNA
BERANGJA KUNIPATEBBA
PANGKULU KUNISOEYANG
IKAU ANGING, KARAENG
NAIKAMBE LEKOK KAYU
AMMIRI’KO ANGING
NAMARUNANG LEKOK KAYU
IYA SANI MADIDIYAJI NURUNANG
IKAU JE’NE, KARAENG
NAIKAMBE BATANG MAMMANYU’
ASSOLONGKO JE’NE
NAMAMMANYU BATANG KAYU
IYA SANI SOMPO BONANGPI KIANYU
IKAU JARUNG, KARAENG
NAIKAMBE BANNANG PANJAI
TA’LEKO JARUNG
NAMAMMINAWANG BANNANG PANJAI
IYA SANI LAMBUSUPPI NAKONTU TOJENG
MAKKANAMAMAKI MAE, KARAENG
NAIKAMBE MAPPA’JARI
MANNYABBU MAMAKI MAE KARAENG
NAIKAMBE MAPPA’RUPA
PUNNA SALLANG TAKAMMAYA
ARUKU RI DALLEKANTA
PANGKAI JERAKKU
TINRA’ BATE ONJOKKU
PAUWANG ANA’ RI BOKO
PASANG ANA’TANJARI
TUMAKKANAYA, KARAENG
NATANARUPAI KANANNA
SIKAMMAJINNE ARUKU RI DALLEKANTA
DASI NADASI NATARIMA PA’NGARU’KU
SALAMA’……
Artinya..:
Bismillahirrahmanirrahim..
Sungguh………Karaeng
Maafkan aku
Di haribaanmu yang mulia
Di sisi kebesaranmu
Di tahtamu yang agung
Akulah ini, Karaeng
Satria dari Tanah – Gowa
Akan memecahkan kelak
Hulu badik di arena
Akan mematahkan kelak
Gagang tombak di medan laga
Barangsiapa jua
Yang tak membenarkan kebenaran
Yang menentang adat budaya
Kan kuhancurkan tempat berpijaknya
Kan kululuh lantahkan ruang geraknya
Aku ibarat parang yang dihentakkan
Kapak yang diayunkan
Engkau ibarat angin, Karaeng
Aku ini ibarat daun kayu
Berhembuslah wahai angin
Kurela gugur bersamamu.
Hanya saya yang kuning kau gugurkan
Engkau ibarat air, Karaeng
Aku ini ibarat batang kayu
Mengalirlah wahai air
Kurela hanyut bersamamu
Hanya saya di air pasang kami hanyut..
Engkau ibarat jarum, Karaeng
Aku ini ibarat benang tenun
Menembuslah wahai jarum
Kan kuikuti bekas jejakmu
Berfatwalah wahai Karaeng
Aku kan berbuat
Bertitahlah wahai Karaeng
Aku akan berbakti
Bilamana kelak janji ini tak kutepati
Sebagaimana ikrarku di hadapanmu
Pasak pusaraku
Hapus jejak langkahku
Sampaikan pada generasi mendatang
Pesankan pada anak cucu
Bahwasanya hanya mampu berikrar
Tapi tidak mampu berbuat bakti
Demikianlah ikrarku dihadapanmu
Semoga tuhan meridhai
Amin…………
Dalam Prosesi mappacci
digunakan beberapa alat yang tentu semuanya itu mempunyai makna. Atara lain
perlengkapan yang dipersiapkan adalah:
1.
Pacci
yaitu sesuatu yang menyerupai salep atau jel yang berasal dari tanah arab, akan
tetapi mayoritas masyarakat Bugis Makassar menggunakan daun pacar kemudian
ditumbuk sampai halus. Daun ini sangat mudah didapatkan bahkan biasanya banyak
tumbuh dipekarangan rumah. Hal ini sebagai simbol pembersihan jiwa dan raga
calon pengantin sebelum mengarungi bahtera rumah tangga.
2. Sebuah bantal atau alas kepala yang
diletakkan di depan calon pengantin, sebagai makna mapakalebbi’ atau memberi
penghormatan/ memuliakan. Dengan harapan calon pengantin dapat mengenal jati
diirinya sebagai makhluk yang mulia serta memiliki kehormatan
3. Sarung sutera 7 lembar yang disusun
diatas bantal tersebut, sebagai simbol keistiqamahan serta ketekunan. Makna filosofi
ini diambil dari para penenun sarung sutera yang secara tekun serta terus
menerus menyusun sehelai demi sehelai benang agar menjadi sebuah kain yang
selanjutnya akan dijadikan sarung. Dengan sikap tersebut diharapkan kepada
calon pengantin ketika mengarungi bahtera rumah tangga dapat juga istiqamah
serta memiliki sifat yang tekun seperti halnya para penenun sutera. Selain makna
tersebut, sarung juga dimaknai dengan simbol penutup aurat, yang mana
diharapkan kepada calon pengantin ketika hidup bermasyarakat nanti, senantiasa
memiliki rasa malu atau masyarakat sulawesi menyebutnya dengan istilah siri’.
Jumlah ganjil yang ditetapkan didasarkan oleh hadis Nabi saw yang
mengatakan bahwa “Allah itu ganjil dan menyukai yang ganjil”.
4. Daun pisang, sebagai simbol harapan hidup
berkesinambungan, sesuai dengan karakter dari pohon pisang bahwa tidak akan
mati atau layu sebelum muncul tunas yang baru. Selain itu pisang juga mempunyai
banyak kegunaan atau manfaat, baik itu daun, batang hingga buahnya. Olehnya itu
diharapkan kepada calon pengantin agar dapat berguna serta membawa manfaat
kepada orang lain.
5. Diatas daun pisang biasanya ada juga
kelapa dan gula merah, sebagai simbol saling melengkapi segala kekurangan dan
menikmati bersama pahit manisnya kehidupan duniawi.
6. Selain kelapa ada juga piring yang
berisikan wenno’ atau beras yang disangrai hingga mengembang sebagai makna harapan untuk berkembang biak dengan
baik.
7. Perlengkapan selanjutnya adalah lilin
sebagai simbol penerangan. Hal ini dimaknai agar calon pengantin nantinya dapat
menjadi penerang (pemberi solusi) bagi keluarga dan masyarakat.
Pada saat meletakkan
daun pacci, yang diundangan selain dari keluarga adalah orang-orang yang
memiliki kehidupan rumah tangga yang bahagia serta sejahtera. Dengan harapan
semoga calon pengantin dapat memiliki rumah tangga yang bahagia serta sejahtera
pula.
Meskipun budaya mappacci
bukan merupakan suatu kewajiban agama, akan tetapi mayoritas Ulama utamanya
yang ada di daerah Bugis atau Makassar menganggapnya sebagai sennu-sennureng
ri decengnge (kecintaan akan kebaikan). Namun seiring berjalannya waktu,
beberapa masyarakat sudah mulai meninggalkan kebiasaan tersebut, bahkan
cenderung mencari legalitas serta memperdebatkan keabsahan dalilnya.
Ternate, 19 Juli 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar