Senin, 27 Juli 2020

Memusnahkan Sifat Kebinatangan Demi Mencapai Nilai-Nilai Kemanusiaan (Refleksi Atas Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim AS)

Memusnahkan Sifat Kebinatangan Demi Mencapai Nilai-Nilai Kemanusiaan

(Refleksi Atas Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim AS)

Oleh; Irfan Hasanuddin

Apakah Nabi Ibrahim Menyembelih Putranya? Tidak | Artikel ...

Ibadah haji dan Kurban adalah dua peristiwa yang tak terpisahkan pada perayaan hari raya Idul ‘Adha. Namun pelaksanaannya pada tahun ini tentu sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya pandemi covid-19 yang sampai saat sekarang ini masih melanda seluruh Negeri. Olehnya itu kedua ibadah tersebut tidak boleh dikerjakan begitu saja, melainkan harus sesuai dengan standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Pelaksanaan ibadah haji pun tahun ini ditiadakan oleh pemerintah Indonesia, berdasarkan adanya aturan dari kerajaan Arab Saudi yang tidak mengizinkan adanya jama’ah dari lintas negara, dan hanya penduduk setempat yang diberikan izin untuk melaksanakan ibadah haji dengan pembatasan jumlah serta aturan yang ketat. Tentu hal ni semata-mata demi kemashlahatan bersama serta memprioritaskan keselamatan ummat.

Meskipun Ibadah Haji ditiadakan tahun ini, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat untuk merayakan Idul ‘Adha. Apa lagi masih ada ibadah Kurban yang bisa kita kerjakan. Yaitu sebuah rangkaian ibadah yang akan meningkatkan ketakwaan kita  kepada sang Pencipta, serta melatih diri untuk memliki jiwa sosial antar sesama.

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa ibadah kurban sangat erat kaitannya dengan kisah Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya. Hal ini berawal dari keikhlasan beliau melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih putranya yaitu Nabi Ismail AS, dan Allah pun memerintahkan malaikat Jibril untuk menggantikannya dengan seeokor kibas karena telah menunaikan janjinya. Berdasarkan  proses inilah, mayoritas Ulama menilai bahwa hal tersebut hanyalah berupa ujian dari Allah untuk mengukur sejauh mana ketakwaan yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim AS.

Sebelum melakukan eksekusi, Nabi Ibrahim AS melakukan proses penghayatan atas mimpinya yang terjadi pada tanggal 8 dzul hijjah atau dikenal dengan hari tarwiyah, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan hingga proses pelaksanaan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-Shaffat: 102-103

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Terjemah:

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ

Terjemah:

“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah)

 

Rentetan atau urutan dari setiap proses yang Ia lakukan ternyata memiliki makna yang luar biasa dan bahkan dijadikan sebagai rangkaian dari pelaksanaan ibadah haji seperti berdiam diri di mina, hingga melaksanakan wukuf di padang arafah.

Dari proses tersebut kita bisa belajar bahwa untuk melaksanakan hingga mengambil sebuah keputusan, tidak boleh terburu-buru. Diawali dengan proses penghayatan atas sebuah perkara, kemudian melahirkan perencanaan dan akhirnya tertuang dalam sebuah pelaksanaan  yang tentunya diharapkan akan bedampak pada sebuah perubahan dan menjawab tuntutan batin. Sebagaimana riwayat dari Sayyidina Ali ra, bahwa “barang siapa yang hari ini lebih baik dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang beruntung, barang siapa hari ini sama dengan kemarin, maka Ia adalah orang yang merugi, dan barangsiapa hari ini lebih buruk dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang terlaknak”.

Ibadah kurban juga mengajarkan kepada kita agar berusaha untuk mengendalikan nafsu hewani. Sebab jika tidak, bisa berakibat fatal dalam memberi arah pada setiap langkah kehidupan. Berbeda halnya dengan nafsu insani yang tentunya akan mengarahkan kita kepada jiwa dan rasa kemanusiaan. Hal ini sangat diharapakan akan terciptanya sikap memanusiakan manusia, karena tidak sedikit orang yang berpenampilan manusia tetapi berwatak hewan. Itu sebabnya perbedaan antara manusia dan hewan sangat sedikit, sesuai dengan istilah al-Insan huwa hayawan al-Nathiq (manusia adalah hewan yang mampu menggunakan daya nalar dan pikiran). Adapun nafsu (sifat) hewani yang dimaksud antara lain:

1.      Buta akan sebuah batasan.  Maksdunya adalah hewan memiliki sifat yang tidak tahu akan sebuah batasan. Apakah hal yang dikerjakan itu tercela, terlarang atau diperbolehkan, milik sendiri atau milik orang lain semuanya dimakan atau diambil tanpa adanya batasan. Dan ketika terjadi kesalahan atau pelanggaran pun pasti tidak akan disadari. Bahkan yang baik kadang disangka jelek dan yang jelek disangka baik. karakter yang semacam ini terkadang juga mendiami hati manusia. Karena buta akan sebuah batasan, maka kadang perbuatan hina yang Ia lakukan dianggap sebuah kebanggaan. Dan akhirnya kehormatan serta harga diri pun jadi tumbalnya.  

2.      Rakus/Tamak. Karakter ini menjadikan binatang semakin buas ketika diberikan kesempatan, karena memang alat pemuasnya hanyalah berupa materi (material satisfaction), jadi tidak heran Ia ingin mengambil sebanyak-banyaknya tanpa harus memandang kepentingan, keadaan serta perasaan yang lainnya. Jika hal ini ada pada diri manusia, maka tentu Ia akan mengambil hak orang lain tanpa melihat resiko serta dampak buruknya.

3.      Tidak memiliki akal pikiran. Hewan hanya mengandalkan insting, olehnya itu sangat wajar ketika menghadapi sesuatu, Ia tidak mampu mempertimbangkan mana hal yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mana yang membawa mudharat dan mana yang bermanfaat. Sebagai contoh, hewan ternatak yang memakan rerumputan tidak pernah menyeleksi apakah rumput itu bergizi ataukah beracun. Bahkan tidak bisa membedakan mana yang bersih dan mana yang kotor. Berbeda halnya dengan manusia yang senantiasa menggunakan akal pikirannya ketika hendak melakukan sebuah tindakan, halal dan haram pun tentu menjadi bahan pertimbangan. Olehnya itu ketika ada manusia yang tidak mampu menggunakan fungsi akalnya dengan baik, maka tidak ada bedanya Ia dengan karakter binatang yang hanya memperturutkan hawa nafsunya.

4.      Tidak memiliki rasa malu. Karakter hewan yang satu ini, menjadikan dirinya tidak pernah memilih tempat atau waktu untuk melakukan hal-hal yang tercela. Kadang Ia mempertontonkannya di depan umum. Membuka aurat hingga melakukan hal-hal yang berbau seksual di depan umum pun tidak pernah dipersoalkan. Ketika manusia memiliki sifat yang seperti ini, maka tidak ada lagi  perasaan malu dalam melakukan hal-hal yang tercela, serta tidak lagi memiliki rasa perikemanusiaan yang mendiami hatinya. Bahkan merasa  bangga ketika melakukan kesalahan.

Dari peristiwa kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, memberikan sebuah gambaran bahwa dalam melakukan pendekatan (taqarrub/qurbanan) kepada Allah, tentunya kita akan mendapatkan godaan, yaitu berupa kesenangan hidup yang bisa jadi akan mengantarkan kita kepada sifat kebinatangan.

Olehnya itu sebagai manusia yang telah dianugerahi akal dan pikiran, maka sudah sepatutnya untuk menyembelih serta memusnahkan sifat kebinatangan yang ada dalam dirinya. Sehingga yang tersisa hanyalah sifat kemanusiaannya yang tentu akan mengarahkan kepada sifat saling tolong menolong, kasih sayang, saling menghormati hingga sifat positif lainnya. Dan pastinya akan terlihat secara jelas perbedaan antara perilaku manusia dan perilaku hewan.

 

Wallau ‘alam bish shawab

 

 

Ternate 28 Juli 2020 


4 komentar:

  1. Setiap penulis punya style. Pertahankan, perdalam dan lanjutkwn.

    BalasHapus
    Balasan
    1. siap Pak Doktor trm ksh mohon bimbingannya selalu

      Hapus
  2. Alhamdulillah Ustatz Irfan terus berkarya. Jangan lelah, tetap istiqamah. Sudah menemukan gaya menulis, mudah2an semakin bagus dan keren.

    BalasHapus
    Balasan
    1. amiin syukran Ustku mhn bimbingan dan arahannya

      Hapus

asasas

 sasasasas