Selasa, 21 Juli 2020

Menggugat Tradisi (Makna Filosofi Onde-Onde)

Menggugat Tradisi (Makna Filosofi Onde-Onde)

Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

 Gegara Kue Klepon atau Onde-onde Disebut tak Islami, Ini Kata ...

Akhir-akhir ini tersebar sebuah berita bahwa onde-onde bukanlah makan yang syar’i. Olehnya itu sebaiknya diganti dengan buah kurma yang jelas-jelas memiliki dalil baik dari al-Qur’an maupun hadis Nabi. Terlepas dari berita yang kontraversial tersebut, sejenak kita mengkaji lebih jauh sejarah dan makna filosofis dari onde-onde.

Menurut sebahagian ahli sejarah, bahwa jajan pasar yang satu ini bukanlah jajanan asli dari Indonesia, melainkan dari negeri tirai bambu atau Tiongkok. Ada yang menduga bahwa onde-onde masuk ke Indonesia pada abad ke 13 atau 15 M, yang dibawa oleh Laksamana Cheng Ho dari dinasti Ming. Kemudian tersebarlah hingga ke karajaan majapahit yang ada di Mojokerto Provinsi Jawa Timur.

Salah satu sumber mengatakan bahwa jajanan tradisional ini telah dikenal sejak zaman dinasti Zhou, yaitu sekitar 1045-256 SM. Kue ini biasanya disajikan untuk para tukang kayu dan batu yang sedang membangun istana kekaisaran. Menurut kepercayaan leluhur mereka bahwa kue ini merupakan lambang keselamatan dan kebersamaan.

Salah seorang sastrawan bernama wang Fanzhi yang hidup Pada masa dinasti Tang mengatakan, bahwa onde-onde merupakan makanan istimewa di Istana kekaisaran Chang’an yang terkenal dengan nama ludei. Sementara masyarakat di Tiongkok utara menyebutnya dengan istilah matuan. adanya perbedaan latar belakang budaya , menjadikan sebutan dari onde-onde pun berbeda-beda, termasuk di Indonesia.

Jika di pulau jawa terkenal dengan onde-onde yang berisikan toping kacang hijau, lalu ditaburi dnegan wijen, namun berbeda halnya di Sulawesi Selatan, utamanya daerah Bugis di kenal dengan sebutan umba-umba sebagai lambang sebuah harapan untuk mendaptkan manisnya kehidupan.

Jenis onde-onde yang satu ini terbuat dari tepung ketan yang diberi sedikit garam kadang juga diberi pewarna makanan biar tampilannya lebih menarik, kemudian dicampur dengan air, diaduk hingga semuanya menyatu dengan rata serta dipadatkan agar gampang dibentuk jadi bulat. Setelah itu barulah diisi dengan gulah merah, direbus kemudian ditaburi dengan kelapa parut. Perpaduan warna antara putih dan hijau, disesuaikan dengan warna favorit Nabi saw.

Biasanya kue tradisional ini disajikan pada acara-acara tertentu, misalnya acara adat, perkawinan, lamaran, lahiran, syukuran memasuki rumah baru hingga memiliki kendaraan baru. Tentu ini bukanlah sebuah syari’at yang membutuhkan adanya dalil, akan tetapi ini hanyalah sebuah budaya yang telah mengalami islamisasi sebagai bahagian dari syi’ar Islam. Tujuannya tentu untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Sebagaimana dalam firmannya QS al-Hajj ayat 32

ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

Terjemah:

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)

Menurut ulama tafsir bahwa konteks ayat ini secara khusus berbicara persoalan rangkaian ibadah haji sebagai bahagian dari pada syi’ar Islam. Namun pada ayat sebelumnya, yaitu ayat ke 30 didahului dengan bentuk syi’ar secara umum. Termasuklah hal-hal atau tradisi yang tidak bertentangan dengan agama dan memiliki nilai plus dalam hal mempromosikan tentang kebaikan dari agama Islam.

Onde-onde termasuk bahagian dari pada bentuk syi’ar, karena memiliki nilai filosofi yang luar biasa. Dari bentuknya yang bulat dan tidak rata, diibaratkan dengan perjalanan kehidupan yang tidak selamanya berada dalam koridor kebenaran maupun kesempurnaan. Olehnya itu diberilah rasa manis yang terdapat di tengahnya, sebagai lambang sebuah harapan dalam mendapatkan kehidupan yang manis pula, serta dijauhkan dari segala keburukan.

 Sebelum dikonsumsi, terlebih dahulu di rebus pada air yang mendidih. Hal ini memiliki makna bahwa jika ingin menjadi pribadi yang tangguh, maka harus bisa menghadapi berbagai ujian kehidupan serta melaluinya dengan penuh kesabaran serta keikhlasan. Masyarakat sulawesi selatan kadang menggunakan perpaduan antara wana putih dan hijau sesuai dengan warna favorit Nabi saw. Teksturnya yang legit dan lengket memiliki makna bahwa dalam hidup bermasyarakat mesti mengedepankan nilai-nilai persatuan serta menghindari percerai-beraian.

Olehnya itu kue tradisional yang satu ini tidak seharusnya dijadikan sebagai bahan perdebatan, apa lagi sampai mencari dalil untuk melegalisasi. Karena hanya sebatas jajanan tardisional saja. Ukuran syar’i dan tidaknya sesuatu tidak boleh diukur dengan apa yang berasal dari tanah Arab, sebab apa yang ada disana belum tentu semuanya Syar’i (Islami). Memang Nabi Muhammad berasal dari Arab, akan tetapi jangan lupa bahwa Abu Jahal juga berasal dari tanah Arab.

Memakannya pun tentu tidak akan mengurangi keimanan kita, kecuali di dapatkan melalui jalan yang haram. Apa lagi syarat makanan yang ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an hanya mengatakan halalan dan tayyiban (yang halal dan baik) tanpa menyebutkan bentuknya. Baik itu kurma maupun onde-onde, masing-masing mempunyai keunggulan, nilai gizi dan tentuya  sarat akan makna. Wallahu ‘alam bish Shawab.

 

Ternate 22 Juli. 2020

 

 


4 komentar:

  1. konon orang Jepang yg begitu canggih teknologinya, tapi terkagum-kagum dan terheran-heran terhadap kue tradisional ini, mereka tdk bisa memikirkan dan tdk mampu menemukan bagaimana caranya memasukkan gula merah di dalam onde-onde itu karena tdk terdapat bekas sama sekali. Wallahu A'lam

    BalasHapus
  2. Betul sekali Pak Dr. Bahkan Ada candaan dr teman, katanya krn tdk tau maka mereka pke suntik untuk memasukkan gulah merahnya, 🤗🤗

    BalasHapus
  3. Tiga hari ini, saya membaca di berbagai media online, tentang "klefon". Umumnya tokoh2 muslim, menanggapi bhw itu adalah kerja para buzzer, untuk menyudutkan umat Islam. Imbas dari gerakan umat Islam yg akhir2 intens ttg kritik thd rezim dan kroninya.
    Makna "filosfis" onde2 mgkin perlu dipertegas, agar berbeda dgn makna "simbolis".👍👍👍

    BalasHapus

asasas

 sasasasas