Minggu, 02 Agustus 2020

Sebuah Harapan Kepada Sang Haji (sebuah makna filosofis rukun haji)

Sebuah Harapan Kepada Sang Haji

(sebuah makna filosofis rukun haji)

Oleh : Muhammad Irfan Hasanuddin

 Haji batal, PKS: Langgar undang-undang dan cacat hukum! - Hope in ...

 

Bulan dzul hijjah adalah salah satu bulan yang dinanti-nantikan oleh  umat Islam, karena pada bulan tersebut, dilaksanakan ibadah haji maupun ibadah kurban. Diantara beberapa deretan rukun Islam, pelaksanaan ibadah haji menjadi sesuatu yang sangat istimewa. Hal ini disebabkan hanya orang-orang tertentu yang dapat melaksanakannya. Kemampuan dari segi mental hingga materi pun tak luput dari persiapan. Sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imran: 97

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ – ٩٧

Terjemah :

“Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam”.

Ayat ini dipahami oleh sebahagian ulama sebagai dasar wajibnya mengerjakan ibadah haji. Hal ini dijelaskan oleh Allah pada kalimat walillahi alan nasi hijjul baiti. Artinya semua manusia dipanggil oleh Allah ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi mengenai rukun Islam yang satu ini, diberikan pengecualian hanya bagi orang yang memiliki kesanggupan untuk mengadakan perjalanan tersebut.

Lebih jauh Ulama menjelaskan maksud dari kata kesanggupan (yang menjadi syarat wajib Haji), yaitu sehat jasmani dan rohani, memiliki kemampuan materi berupa biaya/ bekal perjalanan,  serta biaya hidup untuk keluarga yang ditinggalkan.

Setelah melaksanakan seluruh rangkaian Ibadah Haji,  mereka pun berhak menyandang titel haji. Namun yang terpenting dari hal itu ialah adanya makna-makna filosofis dari setiap pelaksanaan ibadah tersebut. Misalnya pada rukun Haji. Terdapat niat Ihram, yang di barengi dengan memakai pakaian Ihram yang berbahan baku kain putih tanpa ada jahitan. Hal ini dipahami oleh sebahagian Ulama sebagai simulasi memakai kain kafan ketika kita meninggal dunia nantinya.

Tidak adanya jahitan pada kain, hingga warna (putih) yang seragam, menandakan tidak adanya batasan status sosial karena semua sama dimata Allah. Dan yang membedakan hanyalah ketakwaan kepada-Nya. Setelah niat, rukun haji berikutnya adalah melaksanakan Thawaf. Yaitu mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali yang arah putarannya berlawanan dengan arah jarum jam. Hal ini menandakan bahwa kehidupan diibaratkan sebagai roda yang berputar. Kadang berada di bawah dan kadang juga berada di atas. Olehnya itu Jangan pernah merasa bangga dengan jabatan maupun prestasi yang telah ditorehkan, karena semua itu hanyalah titipan atau ujian dari Allah.

Ketika berada di bawah, jangan pernah merasa kecewa dan berkecil hati. Karena akan ada masanya kita juga akan berada di atas. Teruslah bersabar, bersyukur, kerja keras, serta senantiasa optimis bahwa cepat atau lambat pasti harapan dan cita-cita akan kita gapai. Demikian juga yang sedang berada di atas (punya jabatan tinggi), jangan berbangga diri, menyusahkan orang lain atau mempersulit yang seharusnya dipermudah, apalagi sampai menzalimi orang lain. karena semua yang kita lakukan tersebut pasti akan ada balasannya sebagaimana firman Allah dalam QS al-Zalzalah: 7-8

فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ - ٧ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ - ٨

Terjemah:

“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya”,

“Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya”.   

Setelah melakukan Thawaf dilanjutkan dengan Sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah. Shafa berarti putih bersih. Hal ini menandakan bahwa jika mengerjakan sesuatu harus dengan hati yang ikhlas tanpa adanya kepentingan lain. sedangkan  marwah berarti  sempurna. Yang salah satu maknanya adalah mengerjakan sesuatu secara totalitas serta profesional. Tentunya diawali dengan sebuah perencanaan hingga pertimbangan yang matang serta melibatkan Tuhan dalam setiap urusan. Seperti halnya Nabi Ibrahim ketika meninggalkan sitti Hajar beserta Ismail as di sebuah padang tandus tak berpenghuni. Dan tidak disangka bahwa disanalah akan lahir sebuah peradaban baru yang juga menjadi titik awal dari perkembangan agama Islam.

Rukun ibadah Haji selanjutnya adalah melakukan Wukuf di padang Arafah, yaitu sebuah aktivitas yang dilakukan dengan berdiam diri sambil memperbanyak ibadah, seperti shalat sunnah, membaca al-Qur’an hingga berzikir. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 9 dzul hijjah dari waktu dhuhur hingga menjelang magrib. Hal ini sebagai gambaran adanya padang mahsyar sebagai tempat berkumpulnya seluruh manusia untuk mempertanggung jawabkan segala apa yang Ia kerjakan.

kemudian melakukan perjalanan menuju Mina untuk melontar jumrah dan bermalam di musdalifah untuk mencari batu krikil yang akan dipakai saat melontar jumrah ula, wushtha, dan aqabah yang merupakan simbol pernyataan permusuhan manusia dengan Iblis laknatullah ‘alaih dan tidak akan melakukan kompromi (bersekutu), mengikuti langkah-langkah serta segala godaannya.

Rukun berikunya  ialah melakukan tahallul, yaitu memotong (mencukur) rambut kepala minimal tiga helai secara bergantian, sebagai tanda bahwa selesainya rukun ibadah haji dan sudah boleh melepas pakaian ihramnya. Hal ini sebagai simbol kesucian yang diibaratkan seperti bayi yang baru dilahirkan. Tentu diharapkan ketika kembali nanti Ia dapat memulai sesuatu dengan semangat baru, menumbuhkan kebaikan baru. Serta menjadi teladan bagi keluarga dan masyarakat.

 Apa yang penulis sampaikan dalam tulisan ini hanyalah sebagaian kecil dari makna filosofis dari rangkaian ibadah Haji. Tentu yang diharapkan bukanlah sekedar bergelar Haji, akan tetapi bagaimana mereka bisa mengaplikasikan setiap nilai-nilai filosofis yang terdapat pada setiap rangkaiannya. selamat bagi para jama'ah yang telah melaksanakan ibadah Haji, semoga menjadi Haji yang Mabrur . Amin ya Rabbal 'alamin.

Wallahu ‘alam bish shawab

 

Ternate, 2 Agustus 2020

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

asasas

 sasasasas