Jumat, 05 Juni 2020

"SOTTA"

Kisah Orang Buta dan Gajah

“SOTTA”

Oleh : Irfan

Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa ada seorang pemilik kebun binatang ingin memberikan ilmu hikmah kepada anak-anaknya. Ia pun mengajak anak-anaknya berkeliling kebun dan menemui enam pemuda tunanetra. Kemudian sang pemilik kebun meminta keenam pemuda tunanetra tersebut untuk memegang seekor gajah, kemudian menginstruksikan  untuk mendeskripsikan bentuknya.

Tampillah pemuda yang pertama dengan penuh percaya diri mengatakan bahwa gajah itu seperti sesuatu yang agak licin, panjang dan agak runcing. Selanjutnya pemuda yang kedua mengatakan gajah itu seperti ular yang besar dan panjang. Pemuda yang ketiga mengatakan kalian salah, yang benar gajah itu seperti daun yang lebar. Pemuda yang keempat mengatakan gajah itu seperti tembok yang besar. Pemuda yang kelima menyanggah semua temannya dengan nada tinggi ia mengatakan kalian salah yang benar gajah itu sesuatu yang tinggi dan besar. sedangkan pemuda yang keenam mengatakan gajah itu seperti rambut yang panjang. Alhasil mereka bertengkar dan bersih kukuh dengan pendapatnya masing-masing, tidak ada yang mau mengalah dan merasa paling benar.

Sang pemilik kebun pun tersenyum dan mengatakan kepada anak-anaknya, bahwa seperti inilah orang-orang yang egois dan tidak mau menghargai pendapat orang lain, padahal jika dilihat secara seksama maka kita akan mengatakan semuanya benar, tidak ada yang salah.

Pemuda yang pertama mengatakan gajah itu seperti sesuatu yang agak licin, panjang dan agak runcing karena hanya memegang gadingnya. Pemuda yang kedua, megatakan bahwa gajah itu seperti ular yang besar dan panjang karena ia hanya memegang bahagian belalainya. Adapun Pemuda yang ketiga mengatakan gajah itu seperti daun yang lebar karena ia hanya meraba bahagian telinganya.  Pemuda yang keempat mengatakan bahwa gajah itu seperti tembok yang besar karena pas memegang bahagian perutnya. Pemuda yang kelima mengatakan bahwa gajah itu tinggi dan besar karena meraba kakinya, sedangkan Pemuda yang keenam mengatakan seperti rambut yang panjang karena pas memegang ekornya.

Mereka semua benar tidak ada yang berbohong karena mereka mengatakan sesuai atas apa yang mereka tahu (pegang). Yang menjadi persoalan adalah mereka tidak mau membuka diri dan menghargai pendapat orang lain, justru mereka hanya fokus untuk mempertahankan pendapatnya masing-masing. Seandainya mereka saling terbuka dan mau menerima pendapat orang lain, maka tentu mereka akan mampu mendeskripsikan gajah dengan sempurna.

Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita menemui beberapa karakter manusia yang egois, hanya mau menang sendiri. Dalam artian mereka menutup diri dan tidak mau menerima pendapat orang lain. Padahal apa yang mereka pahami sangatlah sedikit, baik itu ilmu agama atau ilmu-ilmu yang lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Isra’: 85 yang terjemahannya “ Tidaklah Aku berikan ilmu kepada kalian kecuali hanya sedikit sekali”. Jika demikian, maka apakah pantas bagi kita menganggap  yang paling benar ? dan mengabaikan pendapat orang lain.

Kakarter lain yang biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah orang yang “SOTTA” (dialek makassar)  atau singkatan dari sot tau (sok tahu). Tipe orang yang seperti ini, selalu  merasa ahli disegala bidang, padahal jika sudah diajak diskusi maka akan mati kutu juga dan kelabakan menjawab pertanyaan. Bahkan dalam sebuah riwayat dijelaskan Nabi SAW sangat membenci 3 karakter manusia. Pertama, al-Mutafaihiqun (الْمُتَفَيْهِقُونَ). Yaitu orang yang angkuh sikapnya, cara jalannya pun diabuat-buat dengan tujuan menyombongkan diri. Kedua, Al-Mutasyaddiqun (الْمُتَشَدِّقُونَ) yaitu orang yang suka memfasih-fasihkan diri, meremehkan orang lain dengan bertutur kata  menggunakan ungkapan yang tinggi seakan-akan orang tidak mengetahuinya padahal perkataannya itu bisa saja disederhanakan. Ketiga, Ats-tsartsarun (الثَّرْثَارُونَ). Yaitu orang yang banyak bicara, suka mendominasi pembicaraan, menyerobot pembicaraan orang lain, seolah-olah tidak boleh ada yang berbicara selain dirinya. Ini juga merupakan bentuk kesombongan, bahkan arah pembicaraannya cenderung ngaur dan tidak berisi, ya seperti kata pepatah tong kosong nyaring bunyinya banyak bicara kadang “tidak ada isinya “.

Olehnya itu mari saling menghargai pendapat satu sama lain, belajarlah menjadi pendengar yang baik, sekalipun pembicaraan itu tidak kita senangi. Dan jika tidak bisa menyuarakan kebaikan maka lebih baik diam dari pada  “SOTTA”

 

Ternate, 6 Juni 2020    






10 komentar:

asasas

 sasasasas