“SOTTA”
Oleh : Irfan
Dalam sebuah
kisah diceritakan bahwa ada seorang pemilik kebun binatang ingin memberikan
ilmu hikmah kepada anak-anaknya. Ia pun mengajak anak-anaknya berkeliling kebun
dan menemui enam pemuda tunanetra. Kemudian sang pemilik kebun meminta keenam pemuda tunanetra tersebut untuk memegang seekor gajah, kemudian menginstruksikan untuk mendeskripsikan bentuknya.
Tampillah pemuda yang pertama dengan penuh percaya diri mengatakan bahwa gajah itu seperti sesuatu yang agak licin, panjang dan agak runcing. Selanjutnya pemuda yang kedua mengatakan gajah itu seperti ular yang besar dan panjang. Pemuda yang ketiga mengatakan kalian salah, yang benar gajah itu seperti daun yang lebar. Pemuda yang keempat mengatakan gajah itu seperti tembok yang besar. Pemuda yang kelima menyanggah semua temannya dengan nada tinggi ia mengatakan kalian salah yang benar gajah itu sesuatu yang tinggi dan besar. sedangkan pemuda yang keenam mengatakan gajah itu seperti rambut yang panjang. Alhasil mereka bertengkar dan bersih kukuh dengan pendapatnya masing-masing, tidak ada yang mau mengalah dan merasa paling benar.
Sang pemilik
kebun pun tersenyum dan mengatakan kepada anak-anaknya, bahwa seperti inilah
orang-orang yang egois dan tidak mau menghargai pendapat orang lain, padahal
jika dilihat secara seksama maka kita akan mengatakan semuanya benar, tidak ada
yang salah.
Pemuda yang
pertama mengatakan gajah itu seperti sesuatu yang agak licin, panjang dan agak runcing karena hanya memegang gadingnya. Pemuda
yang kedua, megatakan bahwa gajah itu seperti ular yang besar dan panjang
karena ia hanya memegang bahagian belalainya. Adapun Pemuda yang ketiga
mengatakan gajah itu seperti daun yang lebar karena ia hanya meraba bahagian telinganya. Pemuda yang keempat mengatakan bahwa gajah itu seperti tembok yang besar karena pas memegang bahagian perutnya. Pemuda yang kelima mengatakan bahwa gajah itu tinggi dan besar karena meraba kakinya, sedangkan Pemuda yang keenam mengatakan seperti rambut yang panjang karena pas memegang ekornya.
Mereka semua
benar tidak ada yang berbohong karena mereka mengatakan sesuai atas apa yang
mereka tahu (pegang). Yang menjadi persoalan adalah mereka tidak mau membuka
diri dan menghargai pendapat orang lain, justru mereka hanya fokus untuk
mempertahankan pendapatnya masing-masing. Seandainya mereka saling terbuka dan mau
menerima pendapat orang lain, maka tentu mereka akan mampu mendeskripsikan
gajah dengan sempurna.
Demikian juga
dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita menemui beberapa karakter manusia yang
egois, hanya mau menang sendiri. Dalam artian mereka menutup diri dan tidak mau
menerima pendapat orang lain. Padahal apa yang mereka pahami sangatlah sedikit,
baik itu ilmu agama atau ilmu-ilmu yang lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam
QS. Al-Isra’: 85 yang terjemahannya “ Tidaklah Aku berikan ilmu kepada
kalian kecuali hanya sedikit sekali”. Jika demikian, maka apakah pantas bagi
kita menganggap yang paling benar ? dan mengabaikan
pendapat orang lain.
Kakarter lain
yang biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah orang yang “SOTTA” (dialek
makassar) atau singkatan dari sot tau
(sok tahu). Tipe orang yang seperti ini, selalu merasa ahli disegala bidang, padahal jika
sudah diajak diskusi maka akan mati kutu juga dan kelabakan menjawab
pertanyaan. Bahkan dalam sebuah riwayat dijelaskan Nabi SAW sangat membenci 3 karakter
manusia. Pertama, al-Mutafaihiqun (الْمُتَفَيْهِقُونَ). Yaitu orang yang angkuh sikapnya, cara jalannya pun
diabuat-buat dengan tujuan menyombongkan diri. Kedua, Al-Mutasyaddiqun (الْمُتَشَدِّقُونَ) yaitu orang yang suka memfasih-fasihkan diri, meremehkan orang
lain dengan bertutur kata menggunakan
ungkapan yang tinggi seakan-akan orang tidak mengetahuinya padahal perkataannya
itu bisa saja disederhanakan. Ketiga, Ats-tsartsarun (الثَّرْثَارُونَ). Yaitu orang yang banyak bicara, suka mendominasi pembicaraan,
menyerobot pembicaraan orang lain, seolah-olah tidak boleh ada yang berbicara
selain dirinya. Ini juga merupakan bentuk kesombongan, bahkan arah
pembicaraannya cenderung ngaur dan tidak berisi, ya seperti kata pepatah tong
kosong nyaring bunyinya banyak bicara kadang “tidak ada isinya “.
Olehnya itu mari
saling menghargai pendapat satu sama lain, belajarlah menjadi pendengar yang
baik, sekalipun pembicaraan itu tidak kita senangi. Dan jika tidak bisa
menyuarakan kebaikan maka lebih baik diam dari pada “SOTTA”
Ternate,
6 Juni 2020
Semakin cepat menuangkan idenya
BalasHapusalhamdulillah Pak Dr berkat melihat wajah-wajah yg penuh optimisme td selama webinar
HapusKeren. Semakin lancar mengalir
BalasHapustrm ksh Pak semoga bs terus Istiqamah
HapusLancarrrrr!!!
BalasHapusinsya Allah belajar melaju
HapusMantap
BalasHapussiap Ust
HapusSepertinya sudah menemukan nikmat nya menulis.
BalasHapusblom ust bru setengah nikmat hehehe
Hapus