Rabu, 24 Juni 2020

Semangat Kehidupan (Filosofi Palu dan Paku)


Semangat Kehidupan

(Filosofi Palu dan Paku)

Mukhtar 4mfat : Filosofi Palu Melihat Paku

oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

 

Pagi hari yang cerah ditemani segelas kopi hangat membuat imajinasi semakin menari-nari. Sebuah inspirasi pun lahir dari sebuah sumber bunyi yang dihasilkan oleh hasil gesekan dua benda keras, yaitu antara sebuah paku dan palu. Mata pun tertuju pada seorang tukang kayu yang dengan kekuatan penuh terus mengayunkan palunya demi menancapkan paku dengan sempurna. Namun hal itu tidak berjalan dengan mulus. Beberapa buah paku pun bengkok dan tidak bisa tertancap dengan sempurna, sang tukang pun mengurangi kekuataan pukulannya demi menancapkan paku tersebut, akan tetapi tetap saja tidak bisa tertancap dengan sempurna. Bahkan beberapa kali paku tersebut dicabut kemudian digantikan dengan paku yang lain.

Dari kegiatan tersebut, setidaknya ada dua hal pelajaran penting yang bisa dipetik dari sang tukang kayu beserta palunya. Pertama, ujian kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita sering mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan entah itu dihina, dipandang sebelah mata, diremehin, diketawain, dicibir, dinyinyir, dan sebagainya. Namun perlu diingat satu hal bahwa paku yang bengkok tak akan dipukul hingga menancap. Berbeda halnya dengan paku yang lurus, akan menerima pukulan yang sangat kuat sampai benar-benar menancap dengan sempurna.

Olehnya itu janganlah berkecil hati karena apa yang kita alami sudah menjadi takdir ilahi. Pahit manis, susah senang, sedih bahagia adalah bahagian dari ujian kehidupan yang Allah berikan kepada hambanya. Hal itu dilakukan semata-mata hanya ingin melihat hambanya melakukan amal yang terbaik, sebagaimana dalam QS al-Mulk ayat 2

ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ

terjemah:

“Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun”.

Pada ayat yang lain Allah mengingatkan kepada kita bahwa Ia akan menguji hambanya dengan keburukan serta kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Anbiya: 35

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

terjemah:

“setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada kami”.

Menurut ulama Tafsir didahulukannya kata ٱلشَّرّ (keburukan) kemudian disusul oleh ٱلْخَيْرِ (kebaikan), karena pada umumnya manusia menganggap bahwa ujian itu adalah segala sesuatu yang mengarah kepada keburukan. Padahal mereka lupa bahwa terkadang ujian terberat dalam hidup adalah berupa kenikmatan (kebaikan). Kekayaan, kecerdasan, ketenaran adalah sebahagian ujian kehidupan yang terkadang membuat manusia lupa akan nikmat yang telah diberikan. Itu sebabnya ujian dengan kabaikan lebih sulit dari pada ujian berupa malapetaka (keburukan). Karena terkadang manusia lupa dengan daratan dikala ia senang, sedangkan bila ia dalam kesulitan, biasanya memiliki dorongan yang kuat untuk mengingat Allah swt.

Kedua, patah semangat adalah suatu perasaan manusiawi yang terdapat dalam diri seseorang. Ada satu saat dimana seseorang akan mengalami yang namanya titik jenuh, baik itu di usia muda, tua, maupun di usia lanjut. Olehnya itu penyakit seperti ini mesti diantisipasi sedini mungkin agar tidak menjadi benalu dalam semangat kehidupan.  

Dalam sebuah kompetisi kehidupan, terkadang seseorang yang tidak lagi bisa memberikan kontribusi maka akan tersisih dengan sendirinya. Ia dibaratkan dengan sebuah paku bengkok yang tidak bisa lagi menancap dengan sempurna, maka digantikanlah dengan paku lurus yang diibaratkan seseorang yang lebih memumpuni.

Demikian halnya seseorang yang bergelut di dunia literasi baik itu Dosen, Mahasiswa, Peneliti dan lain sebagainya, jika tidak berbenah diri maka tentu ia hanya akan menjadi penikmat literasi, dalam artian hanya bisa menancapkan semangat literasi tanpa diikuti dengan eksekusi. Olehnya itu kuatkan tekad, luruskan niat, katakan aku bisa, kalian bisa, kita bisa jangan menyerah, ini bukan persoalan batasan maupun keterbatasan. Kita semangat karena memahami bahwa sukses itu sama dengan proses bukan suka protes. Orang yang mampu mengukir kata akan menggenggam dunia dan akan tetap hidup sekalipun ia telah mati.

 

Ternate, 25 Juni 2020.



4 komentar:

  1. Mudah mudahan diperbanyak amalan sunnahmya. Karena sunnah Rasul bukan hanya menikah😁 betul?

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. siap Pak semoga bisa istiqamah dalam segala proses

      Hapus

asasas

 sasasasas