NASKAH KHUTBAH ‘IDUL ADHA 1441 H
Memusnahkan Sifat-Sifat Kebinatangan
Demi Mencapai Nilai-Nilai Kemanusiaan
(Refleksi Atas Kisah Pengorbanan Nabi
Ibrahim AS)
Oleh:
Muhammad Irfan Hasanuddin. M.Th.I
Dosen IAIN Ternate
اللهُ أَكْبَرُ ,9x لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ،ـ
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ
يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ الْوَاحِدُ
الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا
تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عبادالله
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ
فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَـرُ
اللهُ أَكْبَرُ 3x اللهُ
أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Allahamdulillah
puji syukur kepada Allah swt yang masih mempertemukan kita dengan bulan
mulianya yaitu bulan zulhijjah, bulan yang penuh berkah dan tentunya sarat akan
makna sebuah pengorbanan.
Ibadah haji dan
Kurban adalah dua peristiwa yang tak terpisahkan pada perayaan hari raya Idul
‘Adha. Namun pelaksanaannya pada tahun ini tentu sedikit berbeda dari
tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya pandemi covid-19 yang sampai
saat sekarang ini masih melanda seluruh Negeri. Meskipun demikian, hal tersebut
tidak menyurutkan semangat kita untuk terus mendekatkan diri kepada Allah swt.
Pelaksanaan
ibadah haji tahun ini pun ditiadakan oleh pemerintah Indonesia, berdasarkan
adanya aturan dari kerajaan Arab Saudi yang tidak mengizinkan adanya jama’ah
dari lintas negara, dan hanya penduduk setempat yang diberikan izin untuk
melaksanakan ibadah haji dengan pembatasan jumlah serta aturan yang ketat.
Tentu hal ni semata-mata demi kemashlahatan bersama serta memprioritaskan
keselamatan ummat.
Allahu
akbar 3x walillahilhamd
Jama’ah
yang dmuliakan oleh Allah swt
Seperti yang
telah kita ketahui bersama bahwa ibadah kurban sangat erat kaitannya dengan
kisah Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya. Hal ini berawal dari keikhlasan
beliau melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih putranya yaitu Nabi Ismail
AS, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S al-Shaffat: 102-103
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ
اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ
سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ (102)فَلَمَّآ اَسْلَمَا
وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ(103)
Terjemah:
“Maka ketika
anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata,
“Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku!
Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan
dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan
perintah Allah)”
Sebelum
melakukan eksekusi, Nabi Ibrahim AS melakukan proses penghayatan atas mimpinya
yang terjadi pada tanggal 8 dzul hijjah atau dikenal dengan hari tarwiyah,
kemudian dilanjutkan dengan perencanaan pada tanggal 9 dzul hijjah atau
dikenal dengan hari arafah, kemudian dilanjutkan proses eksekusi pada tanggal
10 dzul hijjah.
Rentetan atau
urutan dari setiap proses yang Ia lakukan ternyata memiliki makna yang luar
biasa dan bahkan dijadikan sebagai rangkaian dari pelaksanaan ibadah haji
seperti berdiam diri di mina, hingga melaksanakan wukuf di padang arafah.
Dari proses
tersebut kita bisa belajar bahwa untuk melaksanakan hingga mengambil sebuah
keputusan, tidak boleh terburu-buru. Diawali dengan proses penghayatan atas
sebuah perkara, kemudian melahirkan perencanaan dan akhirnya tertuang dalam
sebuah pelaksanaan yang tentunya
diharapkan akan bedampak pada sebuah perubahan dan menjawab tuntutan batin kita.
Sebagaimana
riwayat dari Sayyidina Ali ra, bahwa “barang siapa yang hari ini lebih baik
dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang beruntung, barang siapa hari ini
sama dengan kemarin, maka Ia adalah orang yang merugi, dan barangsiapa hari ini
lebih buruk dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang terlaknak”.
Allahu akbar 3x
walillahilhamd
Jama’ah yang dmuliakan oleh Allah swt
Ibadah kurban
juga mengajarkan kepada kita agar berusaha untuk mengendalikan nafsu hewani.
Sebab jika tidak, bisa berakibat fatal dalam memberi arah pada setiap langkah
kehidupan. Berbeda halnya dengan nafsu insani yang tentunya akan mengarahkan
kita kepada jiwa dan rasa kemanusiaan.
Hal ini sangat
diharapakan agar terciptanya sikap memanusiakan manusia, karena tidak sedikit
orang yang berpenampilan manusia tetapi berwatak hewan. Itu sebabnya perbedaan
antara manusia dan hewan sangatlah sedikit, sesuai dengan istilah al-Insan
huwa hayawan al-Nathiq (manusia adalah hewan yang mampu menggunakan daya
nalar dan pikiran).
Adapun nafsu
(sifat) hewani yang dimaksud antara lain:
1.
Buta
akan sebuah batasan. Maksdunya adalah hewan memiliki sifat yang
tidak tahu akan sebuah batasan. Apakah hal yang dikerjakan itu tercela,
terlarang atau diperbolehkan, milik sendiri atau milik orang lain semuanya dimakan
atau diambil tanpa adanya batasan. Dan ketika terjadi kesalahan atau
pelanggaran pun pasti tidak akan disadari. Bahkan yang baik kadang disangka
jelek dan yang jelek disangka baik. karakter yang semacam ini terkadang juga
mendiami hati manusia. Karena buta akan sebuah batasan, maka kadang perbuatan
hina yang Ia lakukan dianggap sebuah kebanggaan. Dan akhirnya kehormatan serta
harga diri pun jadi tumbalnya.
2. Rakus/Tamak.
Karakter ini menjadikan binatang semakin buas ketika
diberikan kesempatan, karena memang alat pemuasnya hanyalah berupa materi (material
satisfaction), jadi tidak heran Ia ingin mengambil sebanyak-banyaknya tanpa
harus memandang kepentingan, keadaan serta perasaan yang lainnya. Jika hal ini
ada pada diri manusia, maka tentu Ia akan melakukan sesuatu atas kehendak pribadi
(sesuai hawa nafsunya) tanpa memperhatikan kemashlahatan orang banyak. Dan bisa
saja Ia menghalalkan segala cara demi mewujudkan ambisinya.
3. Tidak memiliki akal pikiran.
Hewan hanya mengandalkan insting, olehnya itu sangat
wajar ketika menghadapi sesuatu, Ia tidak mampu mempertimbangkan mana hal yang
menguntungkan dan mana yang merugikan, mana yang membawa mudharat dan mana yang
bermanfaat. Sebagai contoh, hewan ternatak yang memakan rerumputan tidak pernah
menyeleksi apakah rumput itu bergizi ataukah beracun. Bahkan tidak bisa
membedakan mana yang bersih dan mana yang kotor. Berbeda halnya dengan manusia
yang senantiasa menggunakan akal pikirannya ketika hendak melakukan sebuah
tindakan, halal dan haram pun tentu menjadi bahan pertimbangan. Olehnya itu
ketika ada manusia yang tidak mampu menggunakan fungsi akalnya dengan baik, maka
tidak ada bedanya Ia dengan karakter binatang yang hanya memperturutkan hawa
nafsunya.
4. Tidak memiliki rasa malu.
Karakter hewan yang satu ini, menjadikan dirinya tidak pernah memilih tempat
atau waktu untuk melakukan hal-hal yang tercela. Kadang Ia mempertontonkannya
di depan umum. Membuka aurat hingga melakukan hal-hal yang berbau seksual di
depan umum pun tidak pernah dipersoalkan. Ketika manusia memiliki sifat yang
seperti ini, maka tidak ada lagi
perasaan malu dalam melakukan hal-hal yang tercela, serta tidak lagi
memiliki rasa perikemanusiaan, bahkan merasa
bangga ketika melakukan kesalahan.
Allahu akbar
3x walillahilhamd
Jama’ah yang
dmuliakan oleh Allah swt
Dari peristiwa
kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, memberikan sebuah gambaran bahwa
dalam melakukan pendekatan (taqarrub/qurbanan) kepada Allah, tentunya
kita akan mendapatkan godaan, yaitu berupa kesenangan hidup yang bisa jadi akan
mengantarkan kita kepada sifat kebinatangan.
Olehnya itu
sebagai manusia kita telah dianugerahi akal dan pikiran, maka sudah sepatutnya
untuk menyembelih serta memusnahkan sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita.
Sehingga yang tersisa hanyalah sifat kemanusiaan yang tentu akan mengarahkan kita
kepada sifat saling tolong menolong, kasih sayang, saling menghormati hingga
sifat positif lainnya. Dan pastinya akan terlihat secara jelas perbedaan antara
perilaku manusia dan perilaku hewan.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم و نفعني
وإياّكم بالآيات والذكر الحكيم، وتقبّل منّي ومنكم تلاوته إنّه هو السميع العليم
اللَّهُ أَكْبَرُ7x اللَّهُ أَكْبَروَلِلَّهِ الْحَمْدُ
إنّ الحمد لله، نحمده ونستعينه و نستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن
سيّئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلله فلا هادي له، أشهد أن لا إله
إلاّ الله وحده، لا شريك له، وأشهد أن محمّدا عبده و رسوله، لا نبيَّ بَعده .
اللهم صلّ و سلّم على سيّدنا محمّد وعلى آله وأصحابه أجمعين .أَمَّا
بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا
اللَّهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ
أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى
نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ
سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا
سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً
وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ
وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ
شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللَّهُمَّ أَدِمِ
السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا،
وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ
الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ.
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا
اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ
وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ
اللَّهُ أَكْبَرُ3x اللَّهُ أَكْبَروَلِلَّهِ الْحَمْدُ