Rabu, 29 Juli 2020

NASKAH KHUTBAH ‘IDUL ADHA 1441 H

NASKAH KHUTBAH ‘IDUL ADHA 1441 H 

Memusnahkan Sifat-Sifat Kebinatangan Demi Mencapai Nilai-Nilai Kemanusiaan

(Refleksi Atas Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim AS)

 

 

Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin. M.Th.I

Dosen IAIN Ternate

 

اللهُ أَكْبَرُ ,9x  لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ،ـ

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ الْوَاحِدُ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عبادالله أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ

عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَـرُ

اللهُ أَكْبَرُ   3x اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Allahamdulillah puji syukur kepada Allah swt yang masih mempertemukan kita dengan bulan mulianya yaitu bulan zulhijjah, bulan yang penuh berkah dan tentunya sarat akan makna sebuah pengorbanan.

Ibadah haji dan Kurban adalah dua peristiwa yang tak terpisahkan pada perayaan hari raya Idul ‘Adha. Namun pelaksanaannya pada tahun ini tentu sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya pandemi covid-19 yang sampai saat sekarang ini masih melanda seluruh Negeri. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menyurutkan semangat kita untuk terus mendekatkan diri kepada Allah swt.

Pelaksanaan ibadah haji tahun ini pun ditiadakan oleh pemerintah Indonesia, berdasarkan adanya aturan dari kerajaan Arab Saudi yang tidak mengizinkan adanya jama’ah dari lintas negara, dan hanya penduduk setempat yang diberikan izin untuk melaksanakan ibadah haji dengan pembatasan jumlah serta aturan yang ketat. Tentu hal ni semata-mata demi kemashlahatan bersama serta memprioritaskan keselamatan ummat.

Allahu akbar 3x walillahilhamd

Jama’ah yang dmuliakan oleh Allah swt

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa ibadah kurban sangat erat kaitannya dengan kisah Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya. Hal ini berawal dari keikhlasan beliau melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih putranya yaitu Nabi Ismail AS, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S al-Shaffat: 102-103

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ   (102)فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ(103)  

Terjemah:

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

 “Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah)”

 

Sebelum melakukan eksekusi, Nabi Ibrahim AS melakukan proses penghayatan atas mimpinya yang terjadi pada tanggal 8 dzul hijjah atau dikenal dengan hari tarwiyah, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan pada tanggal 9 dzul hijjah atau dikenal dengan hari arafah, kemudian dilanjutkan proses eksekusi pada tanggal 10 dzul hijjah

Rentetan atau urutan dari setiap proses yang Ia lakukan ternyata memiliki makna yang luar biasa dan bahkan dijadikan sebagai rangkaian dari pelaksanaan ibadah haji seperti berdiam diri di mina, hingga melaksanakan wukuf di padang arafah.

Dari proses tersebut kita bisa belajar bahwa untuk melaksanakan hingga mengambil sebuah keputusan, tidak boleh terburu-buru. Diawali dengan proses penghayatan atas sebuah perkara, kemudian melahirkan perencanaan dan akhirnya tertuang dalam sebuah pelaksanaan  yang tentunya diharapkan akan bedampak pada sebuah perubahan dan menjawab tuntutan batin kita.

Sebagaimana riwayat dari Sayyidina Ali ra, bahwa “barang siapa yang hari ini lebih baik dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang beruntung, barang siapa hari ini sama dengan kemarin, maka Ia adalah orang yang merugi, dan barangsiapa hari ini lebih buruk dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang terlaknak”.

Allahu akbar 3x walillahilhamd

Jama’ah yang dmuliakan oleh Allah swt

Ibadah kurban juga mengajarkan kepada kita agar berusaha untuk mengendalikan nafsu hewani. Sebab jika tidak, bisa berakibat fatal dalam memberi arah pada setiap langkah kehidupan. Berbeda halnya dengan nafsu insani yang tentunya akan mengarahkan kita kepada jiwa dan rasa kemanusiaan.

Hal ini sangat diharapakan agar terciptanya sikap memanusiakan manusia, karena tidak sedikit orang yang berpenampilan manusia tetapi berwatak hewan. Itu sebabnya perbedaan antara manusia dan hewan sangatlah sedikit, sesuai dengan istilah al-Insan huwa hayawan al-Nathiq (manusia adalah hewan yang mampu menggunakan daya nalar dan pikiran).

Adapun nafsu (sifat) hewani yang dimaksud antara lain:

1.      Buta akan sebuah batasan.  Maksdunya adalah hewan memiliki sifat yang tidak tahu akan sebuah batasan. Apakah hal yang dikerjakan itu tercela, terlarang atau diperbolehkan, milik sendiri atau milik orang lain semuanya dimakan atau diambil tanpa adanya batasan. Dan ketika terjadi kesalahan atau pelanggaran pun pasti tidak akan disadari. Bahkan yang baik kadang disangka jelek dan yang jelek disangka baik. karakter yang semacam ini terkadang juga mendiami hati manusia. Karena buta akan sebuah batasan, maka kadang perbuatan hina yang Ia lakukan dianggap sebuah kebanggaan. Dan akhirnya kehormatan serta harga diri pun jadi tumbalnya.  

2.      Rakus/Tamak. Karakter ini menjadikan binatang semakin buas ketika diberikan kesempatan, karena memang alat pemuasnya hanyalah berupa materi (material satisfaction), jadi tidak heran Ia ingin mengambil sebanyak-banyaknya tanpa harus memandang kepentingan, keadaan serta perasaan yang lainnya. Jika hal ini ada pada diri manusia, maka tentu Ia akan melakukan sesuatu atas kehendak pribadi (sesuai hawa nafsunya) tanpa memperhatikan kemashlahatan orang banyak. Dan bisa saja Ia menghalalkan segala cara demi mewujudkan ambisinya.

3.      Tidak memiliki akal pikiran. Hewan hanya mengandalkan insting, olehnya itu sangat wajar ketika menghadapi sesuatu, Ia tidak mampu mempertimbangkan mana hal yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mana yang membawa mudharat dan mana yang bermanfaat. Sebagai contoh, hewan ternatak yang memakan rerumputan tidak pernah menyeleksi apakah rumput itu bergizi ataukah beracun. Bahkan tidak bisa membedakan mana yang bersih dan mana yang kotor. Berbeda halnya dengan manusia yang senantiasa menggunakan akal pikirannya ketika hendak melakukan sebuah tindakan, halal dan haram pun tentu menjadi bahan pertimbangan. Olehnya itu ketika ada manusia yang tidak mampu menggunakan fungsi akalnya dengan baik, maka tidak ada bedanya Ia dengan karakter binatang yang hanya memperturutkan hawa nafsunya.

4.      Tidak memiliki rasa malu. Karakter hewan yang satu ini, menjadikan dirinya tidak pernah memilih tempat atau waktu untuk melakukan hal-hal yang tercela. Kadang Ia mempertontonkannya di depan umum. Membuka aurat hingga melakukan hal-hal yang berbau seksual di depan umum pun tidak pernah dipersoalkan. Ketika manusia memiliki sifat yang seperti ini, maka tidak ada lagi  perasaan malu dalam melakukan hal-hal yang tercela, serta tidak lagi memiliki rasa perikemanusiaan, bahkan merasa  bangga ketika melakukan kesalahan.

 

Allahu akbar 3x walillahilhamd

Jama’ah yang dmuliakan oleh Allah swt

Dari peristiwa kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, memberikan sebuah gambaran bahwa dalam melakukan pendekatan (taqarrub/qurbanan) kepada Allah, tentunya kita akan mendapatkan godaan, yaitu berupa kesenangan hidup yang bisa jadi akan mengantarkan kita kepada sifat kebinatangan.

Olehnya itu sebagai manusia kita telah dianugerahi akal dan pikiran, maka sudah sepatutnya untuk menyembelih serta memusnahkan sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita. Sehingga yang tersisa hanyalah sifat kemanusiaan yang tentu akan mengarahkan kita kepada sifat saling tolong menolong, kasih sayang, saling menghormati hingga sifat positif lainnya. Dan pastinya akan terlihat secara jelas perbedaan antara perilaku manusia dan perilaku hewan.

 

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم و نفعني وإياّكم بالآيات والذكر الحكيم، وتقبّل منّي ومنكم تلاوته إنّه هو السميع العليم

اللَّهُ أَكْبَرُ7x اللَّهُ أَكْبَروَلِلَّهِ الْحَمْدُ

إنّ الحمد لله، نحمده ونستعينه و نستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلله فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاّ الله وحده، لا شريك له، وأشهد أن محمّدا عبده و رسوله، لا نبيَّ بَعده . اللهم صلّ و سلّم على سيّدنا محمّد وعلى آله وأصحابه أجمعين .أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللَّهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ،

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللَّهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ.

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

اللَّهُ أَكْبَرُ3x اللَّهُ أَكْبَروَلِلَّهِ الْحَمْدُ

 

 

 

 

Senin, 27 Juli 2020

Memusnahkan Sifat Kebinatangan Demi Mencapai Nilai-Nilai Kemanusiaan (Refleksi Atas Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim AS)

Memusnahkan Sifat Kebinatangan Demi Mencapai Nilai-Nilai Kemanusiaan

(Refleksi Atas Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim AS)

Oleh; Irfan Hasanuddin

Apakah Nabi Ibrahim Menyembelih Putranya? Tidak | Artikel ...

Ibadah haji dan Kurban adalah dua peristiwa yang tak terpisahkan pada perayaan hari raya Idul ‘Adha. Namun pelaksanaannya pada tahun ini tentu sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya pandemi covid-19 yang sampai saat sekarang ini masih melanda seluruh Negeri. Olehnya itu kedua ibadah tersebut tidak boleh dikerjakan begitu saja, melainkan harus sesuai dengan standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Pelaksanaan ibadah haji pun tahun ini ditiadakan oleh pemerintah Indonesia, berdasarkan adanya aturan dari kerajaan Arab Saudi yang tidak mengizinkan adanya jama’ah dari lintas negara, dan hanya penduduk setempat yang diberikan izin untuk melaksanakan ibadah haji dengan pembatasan jumlah serta aturan yang ketat. Tentu hal ni semata-mata demi kemashlahatan bersama serta memprioritaskan keselamatan ummat.

Meskipun Ibadah Haji ditiadakan tahun ini, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat untuk merayakan Idul ‘Adha. Apa lagi masih ada ibadah Kurban yang bisa kita kerjakan. Yaitu sebuah rangkaian ibadah yang akan meningkatkan ketakwaan kita  kepada sang Pencipta, serta melatih diri untuk memliki jiwa sosial antar sesama.

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa ibadah kurban sangat erat kaitannya dengan kisah Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya. Hal ini berawal dari keikhlasan beliau melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih putranya yaitu Nabi Ismail AS, dan Allah pun memerintahkan malaikat Jibril untuk menggantikannya dengan seeokor kibas karena telah menunaikan janjinya. Berdasarkan  proses inilah, mayoritas Ulama menilai bahwa hal tersebut hanyalah berupa ujian dari Allah untuk mengukur sejauh mana ketakwaan yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim AS.

Sebelum melakukan eksekusi, Nabi Ibrahim AS melakukan proses penghayatan atas mimpinya yang terjadi pada tanggal 8 dzul hijjah atau dikenal dengan hari tarwiyah, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan hingga proses pelaksanaan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-Shaffat: 102-103

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Terjemah:

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ

Terjemah:

“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah)

 

Rentetan atau urutan dari setiap proses yang Ia lakukan ternyata memiliki makna yang luar biasa dan bahkan dijadikan sebagai rangkaian dari pelaksanaan ibadah haji seperti berdiam diri di mina, hingga melaksanakan wukuf di padang arafah.

Dari proses tersebut kita bisa belajar bahwa untuk melaksanakan hingga mengambil sebuah keputusan, tidak boleh terburu-buru. Diawali dengan proses penghayatan atas sebuah perkara, kemudian melahirkan perencanaan dan akhirnya tertuang dalam sebuah pelaksanaan  yang tentunya diharapkan akan bedampak pada sebuah perubahan dan menjawab tuntutan batin. Sebagaimana riwayat dari Sayyidina Ali ra, bahwa “barang siapa yang hari ini lebih baik dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang beruntung, barang siapa hari ini sama dengan kemarin, maka Ia adalah orang yang merugi, dan barangsiapa hari ini lebih buruk dari pada kemarin, maka Ia adalah orang yang terlaknak”.

Ibadah kurban juga mengajarkan kepada kita agar berusaha untuk mengendalikan nafsu hewani. Sebab jika tidak, bisa berakibat fatal dalam memberi arah pada setiap langkah kehidupan. Berbeda halnya dengan nafsu insani yang tentunya akan mengarahkan kita kepada jiwa dan rasa kemanusiaan. Hal ini sangat diharapakan akan terciptanya sikap memanusiakan manusia, karena tidak sedikit orang yang berpenampilan manusia tetapi berwatak hewan. Itu sebabnya perbedaan antara manusia dan hewan sangat sedikit, sesuai dengan istilah al-Insan huwa hayawan al-Nathiq (manusia adalah hewan yang mampu menggunakan daya nalar dan pikiran). Adapun nafsu (sifat) hewani yang dimaksud antara lain:

1.      Buta akan sebuah batasan.  Maksdunya adalah hewan memiliki sifat yang tidak tahu akan sebuah batasan. Apakah hal yang dikerjakan itu tercela, terlarang atau diperbolehkan, milik sendiri atau milik orang lain semuanya dimakan atau diambil tanpa adanya batasan. Dan ketika terjadi kesalahan atau pelanggaran pun pasti tidak akan disadari. Bahkan yang baik kadang disangka jelek dan yang jelek disangka baik. karakter yang semacam ini terkadang juga mendiami hati manusia. Karena buta akan sebuah batasan, maka kadang perbuatan hina yang Ia lakukan dianggap sebuah kebanggaan. Dan akhirnya kehormatan serta harga diri pun jadi tumbalnya.  

2.      Rakus/Tamak. Karakter ini menjadikan binatang semakin buas ketika diberikan kesempatan, karena memang alat pemuasnya hanyalah berupa materi (material satisfaction), jadi tidak heran Ia ingin mengambil sebanyak-banyaknya tanpa harus memandang kepentingan, keadaan serta perasaan yang lainnya. Jika hal ini ada pada diri manusia, maka tentu Ia akan mengambil hak orang lain tanpa melihat resiko serta dampak buruknya.

3.      Tidak memiliki akal pikiran. Hewan hanya mengandalkan insting, olehnya itu sangat wajar ketika menghadapi sesuatu, Ia tidak mampu mempertimbangkan mana hal yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mana yang membawa mudharat dan mana yang bermanfaat. Sebagai contoh, hewan ternatak yang memakan rerumputan tidak pernah menyeleksi apakah rumput itu bergizi ataukah beracun. Bahkan tidak bisa membedakan mana yang bersih dan mana yang kotor. Berbeda halnya dengan manusia yang senantiasa menggunakan akal pikirannya ketika hendak melakukan sebuah tindakan, halal dan haram pun tentu menjadi bahan pertimbangan. Olehnya itu ketika ada manusia yang tidak mampu menggunakan fungsi akalnya dengan baik, maka tidak ada bedanya Ia dengan karakter binatang yang hanya memperturutkan hawa nafsunya.

4.      Tidak memiliki rasa malu. Karakter hewan yang satu ini, menjadikan dirinya tidak pernah memilih tempat atau waktu untuk melakukan hal-hal yang tercela. Kadang Ia mempertontonkannya di depan umum. Membuka aurat hingga melakukan hal-hal yang berbau seksual di depan umum pun tidak pernah dipersoalkan. Ketika manusia memiliki sifat yang seperti ini, maka tidak ada lagi  perasaan malu dalam melakukan hal-hal yang tercela, serta tidak lagi memiliki rasa perikemanusiaan yang mendiami hatinya. Bahkan merasa  bangga ketika melakukan kesalahan.

Dari peristiwa kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, memberikan sebuah gambaran bahwa dalam melakukan pendekatan (taqarrub/qurbanan) kepada Allah, tentunya kita akan mendapatkan godaan, yaitu berupa kesenangan hidup yang bisa jadi akan mengantarkan kita kepada sifat kebinatangan.

Olehnya itu sebagai manusia yang telah dianugerahi akal dan pikiran, maka sudah sepatutnya untuk menyembelih serta memusnahkan sifat kebinatangan yang ada dalam dirinya. Sehingga yang tersisa hanyalah sifat kemanusiaannya yang tentu akan mengarahkan kepada sifat saling tolong menolong, kasih sayang, saling menghormati hingga sifat positif lainnya. Dan pastinya akan terlihat secara jelas perbedaan antara perilaku manusia dan perilaku hewan.

 

Wallau ‘alam bish shawab

 

 

Ternate 28 Juli 2020 


Sabtu, 25 Juli 2020

Keajaiban Sabar Dan Shalat (5) Kisah Nyata Kesembuhan Dari Covid-19

Keajaiban Sabar Dan Shalat (5)

Kisah Nyata Kesembuhan Dari Covid-19

 Pasien Sembuh COVID-19 di Kota Bandung Hari Ini Bertambah 16 Orang

Bulan lalu sempat shock mendengar kabar dari salah seorang kolega tentang dosen saya yang dinyatakan covid-19. Dan alhamdulillah beberapa hari  yang lalu beliau dinyatakan sembuh. Olehnya itu beberapa nasehat penting dari beliau bisa dijadikan sebagai ikhtiar dalam menghadapi pandemi yang masih melanda negeri ini.

Dalam salah satu group wa, tersebar hasil rekaman wawancara beliau  tentang bagaimana seharusnya ketika menghadapi wabah tersebut. Awal mulanya memang beliau pernah mengalami gejala covid-19, kemudian setelah merasa sembuh, Ia pun kembali melaksanakan aktifitas seperti biasanya. Namun sehari setelah itu, beliau kembali merasakan sesak. Ia pun menelfon salah satu koleganya yang kebetulan seorang dokter di salah satu rumah sakit yang ada di kota Makassar. Kemudian mengkonsultasikan tentang keadaannya tersebut. Dan alhasil beliau disarankan untuk melakukan tes swab, yaitu salah satu prosedur tes kesehatan yang mesti dilalui sebelum dinyatakan positif covid-19. 

Sedih bercampur galau seakan tidak percaya menghiasi benak beliau ketika pertama kali mendaptkan kabar dari dinas kesehatan provinsi bahwa Ia dinyatakan positif covid-19. Respon keluarganya pun spontan tidak menerima keputusan tersebut, bahkan salah satu anaknya mensesalkan megapa Ibunya pergi untuk tes swab.

Sejenak beliau menenangkan diri sambil bermunajab kepada sang Ilahi. Meski  terasa berat memikul beban pikiran yang kian menghantui, Ia tetap berhusnu dzan kepada Allah sambil menerima keputusan-Nya, serta berusaha tegar menghadapi situasi tersebut.  

Beliau juga menyampaikan bahwa tidak seharusnya seorang hamba berkeluh kesah atas segala takdir yang telah  Allah tetapkan. Sebab hal tersebut tidak akan menyelesaikan masalah, melainkan hanya menambah beban pikiran serta kegalauan. kemudian berusaha  bersabar dalam menerima cobaan menjadi kunci utama untuk lebih ikhlas menjalani segala keputusan dari Allah swt.

Dengan penuh rasa optimis beliau pun menuju rumah sakit kemudian memasuki ruangan isolasi yang telah disediakan oleh tim medis. Sesekali beliau memperhatikan tim medis yang dilengkapi dengan pakaian alat pelindung diri (APD) sambil mempelajari komposisi maupun kegunaan dari setiap obat yang diberikan.

Setelah berita ini tersebar, iringan do’a serta dukurngan moril pun terus mengalir dari para keluarga, kerabat dekat, teman-teman, hingga para murid-muridnya. Bahkan beberapa dari mereka ada yang mengirimkan obat. Dan setelah diteliti, hampir seluruh obat yang dikirim memiliki komposisi yang sama. Yaitu bahan baku utamanya adalah jahe dan kunyit. Dimana kedua bahan alami ini memang sangat manjur untuk menambah imunitas tubuh.

Namun yang paling berkesan menurut beliau adalah do’a yang dikirimkan oleh orang-orang yang memberikan semangat serta dukungan moril kepadanya. Inilah salah satu tanda kekuasaan Allah bahwa Ia tidak akan memberikan ujian ataupun cobaan di luar kesanggupan dari makhluknya. Sesuai firman Allah dalam Q.S al-Baqarah ayat 286

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا..


Terjemah:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

Kurang lebih 20 hari beliau melewati proses penyembuhan di rumah sakit, dan tetap profesional menjalankan tugasnya sebagai dosen maupun ketua prodi. Semua pekerjaannya pun diselesaikan dengan baik. Dengan menyadari bahwa kondisinya memang tidak fit, Ia pun selalu melalukan penyucian diri baik itu berupa wudhu ataupun mandi. Hal ini dilakukan semata-mata sebagai bentuk persiapan ketika ajal menjemput, maka ia wafat dalam keadaan suci.

Melewati hari-harinya diruang isolasi tentu tidaklah mudah, apalagi hanya sendiri di dalam ruangan tersebut. Namun beliau tidak pernah berputus asa, bahkan dalam kondisi yang seperti itu Ia merasa sangat dekat dengan Allah lewat ibadah yang Ia lakukan  baik itu shalat sunnah tahajjud maupun ibadah yang lainnya. Dan tak henti-hentinya beliau bermunajab kepada Allah agar diberikan kesembuhan.

Pengalaman beliau melewati masa-masa positif covid-19 membuat sebuah kesimpulan bahwa ternyata virus tersebut awalnya tidak terlalu berbahaya dan bahkan tidak menyebabkan kematian. Namun ketika punya penyakit bawaan, maka dengan cepat virus itu akan bekerja hingga meyebabkan kematian. Sekalipun demikian, perlu tetap waspada dan terus berikhtiar lewat do'a serta mengikuti anjuran protokol kesehatan dari pemerintah. dan yang terpenting adalah kita tidak boleh takut secara berlebihan. Sebab justru hal itu akan membuat imun kita melemah dan akhirnya mudah terserang penyakit.

Beliau juga menyampaikan saran agar senantiasa menjaga gizi dari setiap makanan yang kita makan. Karena hal itu dapat menambah imunitas tubuh. Serta memiliki rasa optimis bahwa kita bisa melawan virus tersebut. Beliau juga menambahkan bahwa karena virus ini adalah wabah dan benar adanya, maka dari itu tidak boleh dipandang remeh. Sebab virus ini tidak mengenal entah itu orang beriman maupun tidak semuanya berpeluang terjangkiti. Olehnya itu patuh kepada anjuran pemerintah adalah bahagian dari pada bentuk ikhtiar disamping memperbanyak zikir maupun do’a agar kita senantiasa dijauhkan dari wabah tersebut.  

Dipenghujung wawancaranya, beliau menitipkan do’a agar supaya terhindar dari segala macam mara bahaya, bala, dan segala macam penyakit termasuk virus covid-19. Adapun do’anya sebagai berikut:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

A'udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min Syarri Maa Khalaq

Artinya:

"Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya." (HR. Muslim)

بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai-un fil ardhi wa laa fis samaa’ wa huwas samii’ul ‘aliim.

Artinya:
“Dengan nama Allah yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

    Kedua do’a ini dibaca setiap hari sebagai bentuk ikhtiar disamping protokol kesehatan yang sudah kita lakukan. Semoga wabah ini segera berakhir dan semoga kita semua senantiasa diberikan kesehatan serta perlindungan dari hal-hla yang membahayakan. Wallau ‘alam bish shawab.

 

 

Ternate, 26 Juli 2020

Irfan. S.Th.I.,M.Th.I

 

 

 

 


Selasa, 21 Juli 2020

Menggugat Tradisi (Makna Filosofi Onde-Onde)

Menggugat Tradisi (Makna Filosofi Onde-Onde)

Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

 Gegara Kue Klepon atau Onde-onde Disebut tak Islami, Ini Kata ...

Akhir-akhir ini tersebar sebuah berita bahwa onde-onde bukanlah makan yang syar’i. Olehnya itu sebaiknya diganti dengan buah kurma yang jelas-jelas memiliki dalil baik dari al-Qur’an maupun hadis Nabi. Terlepas dari berita yang kontraversial tersebut, sejenak kita mengkaji lebih jauh sejarah dan makna filosofis dari onde-onde.

Menurut sebahagian ahli sejarah, bahwa jajan pasar yang satu ini bukanlah jajanan asli dari Indonesia, melainkan dari negeri tirai bambu atau Tiongkok. Ada yang menduga bahwa onde-onde masuk ke Indonesia pada abad ke 13 atau 15 M, yang dibawa oleh Laksamana Cheng Ho dari dinasti Ming. Kemudian tersebarlah hingga ke karajaan majapahit yang ada di Mojokerto Provinsi Jawa Timur.

Salah satu sumber mengatakan bahwa jajanan tradisional ini telah dikenal sejak zaman dinasti Zhou, yaitu sekitar 1045-256 SM. Kue ini biasanya disajikan untuk para tukang kayu dan batu yang sedang membangun istana kekaisaran. Menurut kepercayaan leluhur mereka bahwa kue ini merupakan lambang keselamatan dan kebersamaan.

Salah seorang sastrawan bernama wang Fanzhi yang hidup Pada masa dinasti Tang mengatakan, bahwa onde-onde merupakan makanan istimewa di Istana kekaisaran Chang’an yang terkenal dengan nama ludei. Sementara masyarakat di Tiongkok utara menyebutnya dengan istilah matuan. adanya perbedaan latar belakang budaya , menjadikan sebutan dari onde-onde pun berbeda-beda, termasuk di Indonesia.

Jika di pulau jawa terkenal dengan onde-onde yang berisikan toping kacang hijau, lalu ditaburi dnegan wijen, namun berbeda halnya di Sulawesi Selatan, utamanya daerah Bugis di kenal dengan sebutan umba-umba sebagai lambang sebuah harapan untuk mendaptkan manisnya kehidupan.

Jenis onde-onde yang satu ini terbuat dari tepung ketan yang diberi sedikit garam kadang juga diberi pewarna makanan biar tampilannya lebih menarik, kemudian dicampur dengan air, diaduk hingga semuanya menyatu dengan rata serta dipadatkan agar gampang dibentuk jadi bulat. Setelah itu barulah diisi dengan gulah merah, direbus kemudian ditaburi dengan kelapa parut. Perpaduan warna antara putih dan hijau, disesuaikan dengan warna favorit Nabi saw.

Biasanya kue tradisional ini disajikan pada acara-acara tertentu, misalnya acara adat, perkawinan, lamaran, lahiran, syukuran memasuki rumah baru hingga memiliki kendaraan baru. Tentu ini bukanlah sebuah syari’at yang membutuhkan adanya dalil, akan tetapi ini hanyalah sebuah budaya yang telah mengalami islamisasi sebagai bahagian dari syi’ar Islam. Tujuannya tentu untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Sebagaimana dalam firmannya QS al-Hajj ayat 32

ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

Terjemah:

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)

Menurut ulama tafsir bahwa konteks ayat ini secara khusus berbicara persoalan rangkaian ibadah haji sebagai bahagian dari pada syi’ar Islam. Namun pada ayat sebelumnya, yaitu ayat ke 30 didahului dengan bentuk syi’ar secara umum. Termasuklah hal-hal atau tradisi yang tidak bertentangan dengan agama dan memiliki nilai plus dalam hal mempromosikan tentang kebaikan dari agama Islam.

Onde-onde termasuk bahagian dari pada bentuk syi’ar, karena memiliki nilai filosofi yang luar biasa. Dari bentuknya yang bulat dan tidak rata, diibaratkan dengan perjalanan kehidupan yang tidak selamanya berada dalam koridor kebenaran maupun kesempurnaan. Olehnya itu diberilah rasa manis yang terdapat di tengahnya, sebagai lambang sebuah harapan dalam mendapatkan kehidupan yang manis pula, serta dijauhkan dari segala keburukan.

 Sebelum dikonsumsi, terlebih dahulu di rebus pada air yang mendidih. Hal ini memiliki makna bahwa jika ingin menjadi pribadi yang tangguh, maka harus bisa menghadapi berbagai ujian kehidupan serta melaluinya dengan penuh kesabaran serta keikhlasan. Masyarakat sulawesi selatan kadang menggunakan perpaduan antara wana putih dan hijau sesuai dengan warna favorit Nabi saw. Teksturnya yang legit dan lengket memiliki makna bahwa dalam hidup bermasyarakat mesti mengedepankan nilai-nilai persatuan serta menghindari percerai-beraian.

Olehnya itu kue tradisional yang satu ini tidak seharusnya dijadikan sebagai bahan perdebatan, apa lagi sampai mencari dalil untuk melegalisasi. Karena hanya sebatas jajanan tardisional saja. Ukuran syar’i dan tidaknya sesuatu tidak boleh diukur dengan apa yang berasal dari tanah Arab, sebab apa yang ada disana belum tentu semuanya Syar’i (Islami). Memang Nabi Muhammad berasal dari Arab, akan tetapi jangan lupa bahwa Abu Jahal juga berasal dari tanah Arab.

Memakannya pun tentu tidak akan mengurangi keimanan kita, kecuali di dapatkan melalui jalan yang haram. Apa lagi syarat makanan yang ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an hanya mengatakan halalan dan tayyiban (yang halal dan baik) tanpa menyebutkan bentuknya. Baik itu kurma maupun onde-onde, masing-masing mempunyai keunggulan, nilai gizi dan tentuya  sarat akan makna. Wallahu ‘alam bish Shawab.

 

Ternate 22 Juli. 2020

 

 


Senin, 20 Juli 2020

Keajaiban Sabar dan Shalat (4) Modal Nekad Untuk Memikat

Keajaiban Sabar dan Shalat (4)

Modal Nekad Untuk Memikat

Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

Kisah Pemuda Jomblo yang Sangat Mencintai Rasulullah | Muslim ... 

Masih tentang petualangan mencari pasangan hidup, dan kali ini berasal dari kawan saya ketika mengabdi di pesantren dulu. Ada sebuah keyakinan yang kami pegang teguh selama mengabdi dipesantren, untuk tidak pernah takut akan persoalan hidup, sekalipun gaji sangat jauh dari kata cukup. Akan tetapi kami yakin selalu ada berkah tersendiri dari honor mengajar yang kami terima.

Kami juga selalu yakin akan pertemuan dengan pasangan hidup (jodoh). Aneh tapi nyata, di Pesantren sangat mudah mendapatkan jodoh. Meskipun ada juga sebahagian yang agak lambat mendapatkannya. Tulisan saya sebelumnya mengatakan bahwa persoalan jodoh bukanlah persoalan siapa cepat ia dapat, melainkan ini persoalan kesabaran dalam penantian dan soal keyakinan akan sebuah ketentuan.

Menjemput jodoh tentu dibutuhkan yang namanya persiapan yang matang, mulai dari mental hingga persoalan materi. Apalagi di Sulawesi Selatan yang terkenal dengan istilah uang panainya, olehnya itu jangan coba-coba datang melamar jika hal yang satu ini tidak terpenuhi, pasti akan di tolak.

Namun berbeda yang dilakukan oleh teman saya tersebut, yang hanya bermodalkan kata “nekad” pada saat meminang gadis pujaan hatinya. Ketika saya mewawancarainya, bahwa sudah sejauh mana persiapan uang panai nya?, Ia hanya menjawabnya dengan senyuman, sebuah ciri khas beliau ketika berinteraksi dengan orang lain. kemudian Ia mengatakan insya Allah nanti juga akan ada dengan sendirinya.

Bagiku ini adalah sebuah tawakkal tingkat tinggi, tidak gampang punya mental seperti itu, apalagi menghadapi keluarga yang punya kasta tinggi. Proses lamarannya pun berjalan dengan mulus nyaris tanpa hambatan, dan persoalan uang panai pun lepas dari pembahasan. Bahkan orang tua calon mempelai wanita mengatakan bahwa uang panai itu bisa diatur yang terpenting dari sebuah hubungan suci adalah agamanya.

Mendengar jawaban seperti itu, akhirnya teman saya tersebut makin memiliki kepercayaan diri, semacam film super hero yang jagoannya diberikan tambahan energi. Kemudahan-kemudahan yang  didapatkan menjadikan Ia sangat yakin bahwa dialah jodohnya.

Episode barupun telah dimulai. Hari demi hari Ia lalui dan tanpa terasa waktu yang telah disepakati bersama semakin dekat. Memang proses lamaran berjalan dengan mulus, akan tetapi bukan berarti tanpa hambatan. Apalagi uang panai tidak ditentukan sebelumnya. Namun keluarga calon mempelai wanita meminta kesanggupan dari teman saya untuk pelunasan beberapa perlengkapan pernikahan, misalnya seperti biaya cetak udangan, tenda perkawinan hingga biaya gedung. Tentu hal ini sangat berat untuk langsung diberikan, karena dari awal memang tidak ada persiapan, ya sudah menjadi konsekuensi meminang hanya dengan modal nekad. Ia pun terus memikirkan jalan keluarnya, sesekali saya memperhatikan dia termenung sambil mulutnya berkomat-kamit yang saya yakini pada saat itu pasti dia sedang berzikir.

Hidup dari keluarga yang sangat sederhana tentu tidak banyak yang bisa diharapkan. Jangankan harta simpanan, uang buat makan saja kadang tidak cukup. Sesekali Ia rela menahan lapar demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah buat modal nikahannya nanti. Ditambah lagi Jauh dari orang tua tentu sesuatu yang sangat berat apa lagi disaat-saat membutuhkan sumbangsih pemikiran maupun materi.

Orang tuanya Tinggal di pulau terluar dari pulau sulawesi. Dan butuh waktu yang lama ketika ingin sampai ke kota. Hidup di pulau tersebut tentu membutuhkan kesabaran yang ekstra, Jaringan lisrik, internet dan lain-lain nyaris terlupakan, artinya orang-orang di sana sudah terbiasa hidup dengan keadaan apa adanya tanpa mempermasalahkan fasilitas tersebut. Ditambah lagi alat trasnportasi yang hanya ada pada waktu-waktu tertentu saja, membuat orang-orang yang ada di pulau itu terisolir. Namun mereka tetap melalui hari-harinya dengan penuh kesyukuran kepada Tuhan yang maha esa.

Satu hal yang membuat saya salut kepada beliau, bahwa segala urusan atau permasalahan hidup Ia hadapi dengan senyuman, dan selalu meyakini akan adanya pertolongan dari Tuhan, serta senantiasa menghilangkan rasa ragu yang mendiami hatinya. Dengan penuh kesabaran serta shalat (do’a-do’a yang Ia panjatkan), satu persatu pertolonganpun datang. Ada yang menawarkan rumahnya buat dijadikan tempat resepsi, dan ada pula yang memberikannya bantuan berupa uang tunai dan lain sebagainya. Bahkan ketika mencari pinjaman kepada orang lain, orang tersebut tidak memberinya pinjaman melainkan memberikan saja bantuan secara cuma-cuma tanpa harus menggantinya. Walaupun tidak sesuai dengan jumlah yang diharapakan, setidaknya tidak terhitung hutang.

Inilah salah satu kekuasaan serta kasih sayang Allah yang Ia perlihatkan kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersabar serta istiqamah melaksanakan shalat. Akhirnya Ia pun melaksanakan ijab qabul serta resepsi pernikahan sesuai harapannya, dan terus melanjutkan kisah hidupnya. Saat ini Ia telah dikarunia dua orang anak serta sementara menyelesaikan program doktornya dibidang Hadis.

Diberikannya seorang hamba kemudahan dalam segala urusan, adalah bukti bahwa Allah sangat dekat dengan hamba-hamba-Nya. Sesuai dengan salah satu firman-Nya dalam Q.S al-Baqarah ayat 186

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Terjemah:

“apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran” 

Di samping ayat ini mengisyaratkan adanya kedekatan seorang hamba kepada Allah, Ia juga mengisyaratkan diterimanya do’a-do’a yang dipanjatkan oleh orang-orang yang tulus menyembah serta mentaati segala perintah-Nya. Olehnya itu bagi yang sementara berjuang untuk menjemput sang pujaan hati, iringilah setiap langkahmu dengan tawakkal, hiasilah perjuanganmu dengan rasa optimis, libatkan Allah dalam segala aktivitas serta jadikanlah sabar dan shalat sebagai nahkoda untuk menuju ke gerbang kebahagiaan dunia dan akhirat.

 

 

Ternate,21 Juli 2020

  


Sabtu, 18 Juli 2020

Bidadari Surgaku

Oleh : Muhammad Irfan Hasanuddin


Menyambut sang surya di pagi hari

Membuat hati seakan menari-nari

Lewat semilir angin yang berhembus sepoi-sepoi

kuingin titipkan syukur kepada sang Ilahi

 

Ini bukanlah sebuah puisi

Bak punjangga merangkai kata dengan pandai

Menepis rindu dalam sepi

Lewat ukiran yang sarat akan emosi

 

Tiga tahun sudah ijab qabul itu berlalu

Bersama dengan ikrar suciku  

Yang telah menipis segala keraguanmu

Untuk berlabuh disamudera cintaku

 

Walau saat ini aku belum bisa menjadi yang terbaik buatmu

Namun ku tetap berusaha bernilai dihatimu

Bak intan permata yang memukau

Setiap insan yang memantau

 

 

Jangan pernah bosan merangkai mimpi

bersama diriku  yang sangat sederhana ini

Teruslah menjadi bidadari

menebar senyum yang menghiasi relung hati

 

Terima kasih ku ucap padamu ilahi rabbi

Akan nikmat yang engkau beri

Sujud syukur ku selalu mengiringi

Hingga akhir hayat nanti

 

 

 

Ternate, 19 Juli 2020

 


asasas

 sasasasas