Yang Hilang Dari
Kita
(Ketika Memudarnya
Budaya Tabe’)
Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin
Tabe’ adalah
sebuah istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Sulawesi Selatan,
khususnya suku Bugis Makassar, sebagai bentuk sikap meminta permisi baik itu untuk
lewat di depan orang lain maupun ketika hendak berbicara. Biasanya perkataan tabe’
dibarengi dengan sebuah gerakan tangan kanan turun ke bawah kemudian
memandang pada orang-orang yang dilewati sambil melemparkan senyuman. Hal ini
dilakukan semata-mata sebagai bentuk penghormatan kepada orang lain tanpa
melihat jabatan, usia maupun kastanya.
Secara turun-temurun
budaya seperti ini, telah diajarkan oleh nenek moyang kita. Dan hampir seluruh
daerah kemungkinan besar punya kemiripan
budaya tersebut. Seperti halnya di Maluku Utara yang terkenal dengan istilah Tabea.
Cikal bakal
hadirnya tulisan ini adalah berasal dari kegelisahan penulis yang melihat
fenomena pendidikan karakter dimasyarakat yang makin hari kian memudar. Sebagai
contoh misalnya ketika selesai sholat berjamaah di masjid, terkadang ada
sebahagian jamaah yang tidak ikut berdo’a secara berjamaah, dan ketika ia
keluar lebih dahulu dari masjid, Ia melewati beberapa shaf tanpa permisi hanya
lewat begitu saja, bahkan langsung melangkah di sela-sela orang yang masih
berzikir. Tentunya secara budaya hal tersebut sangat jauh dari adab kesopanan.
Meskipun Ia menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang biasa.
Budaya Tabe’ berupaya
mengajarkan kepada manusia untuk saling menghargai serta saling menghormati. Siapapun
orangnya tanpa melihat suku, ras, budaya, kasta, baik tua maupun muda. Hal ini
juga memberikan isyarat bahwa janganlah sekali-kali berbuat atau bertindak
sesuka hati, melainkan terlebih dahulu meminta permisi kepada orang lain. Dengan
adanya sikap tersebut, maka diharapkan jalinan persaudaraan makin erat, serta
akan terciptanya sikap saling mengormati. Tentu hal semacam ini sejalan dengan
ajaran al-Qur’an tentang saling menghormati. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S
An-Nisa ayat 86
وَاِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا
بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ
حَسِيْبًا
Terjemah:
“Dan
apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang
sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu”.
Budaya Tabe’ mungkin
terlihat sepele, namun hal tersebut sangatlah penting dalam tata krama masyarakat
yang ada di Sulawesi. Sebab sikap tersebut dapat menghidupkan rasa keakraban
meskipun sebelumnya tidak saling mengenal. Di samping itu, budaya Tabe’ mengandung
makna keselarasan antara perbuatan dan perkataan, atau yang dalam bahasa bugis
lebih dikenal dengan istilah taro ada’ taro gau. Hal ini bisa dilihat
dari singkronisasi antara ucapan tabe’ dan gerakan tangan ke bawah.
Menerapkan budaya
Tabe’ tentu tidaklah mudah, utamanya di era saat sekarang ini. Olehnya itu
sedini mungkin kita mengajarkan kepada generasi muda untuk lebih mengenal
budayanya masing-masing terutama hal-hal yang berhubungan tentang tata
krama. Mengingat hal semacam ini sangat pentiing dalam proses pembentukan
karakter anak.
والله
أعلم بالصواب
Ternate, 13 Agustus 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar