Sabtu, 12 September 2020

Yang Hilang Dari Kita (Ketika Memudarnya Budaya Tabe’)

Yang Hilang Dari Kita

(Ketika Memudarnya Budaya Tabe’)

Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

Pudarnya Budaya Tabe" dikalangan Masyarakat | Rujukan News

Tabe’ adalah sebuah istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya suku Bugis Makassar, sebagai bentuk sikap meminta permisi baik itu untuk lewat di depan orang lain maupun ketika hendak berbicara. Biasanya perkataan tabe’ dibarengi dengan sebuah gerakan tangan kanan turun ke bawah kemudian memandang pada orang-orang yang dilewati sambil melemparkan senyuman. Hal ini dilakukan semata-mata sebagai bentuk penghormatan kepada orang lain tanpa melihat jabatan, usia maupun kastanya.

Secara turun-temurun budaya seperti ini, telah diajarkan oleh nenek moyang kita. Dan hampir seluruh daerah  kemungkinan besar punya kemiripan budaya tersebut. Seperti halnya di Maluku Utara yang terkenal dengan istilah Tabea.

Cikal bakal hadirnya tulisan ini adalah berasal dari kegelisahan penulis yang melihat fenomena pendidikan karakter dimasyarakat yang makin hari kian memudar. Sebagai contoh misalnya ketika selesai sholat berjamaah di masjid, terkadang ada sebahagian jamaah yang tidak ikut berdo’a secara berjamaah, dan ketika ia keluar lebih dahulu dari masjid, Ia melewati beberapa shaf tanpa permisi hanya lewat begitu saja, bahkan langsung melangkah di sela-sela orang yang masih berzikir. Tentunya secara budaya hal tersebut sangat jauh dari adab kesopanan. Meskipun Ia menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang biasa.

Budaya Tabe’ berupaya mengajarkan kepada manusia untuk saling menghargai serta saling menghormati. Siapapun orangnya tanpa melihat suku, ras, budaya, kasta, baik tua maupun muda. Hal ini juga memberikan isyarat bahwa janganlah sekali-kali berbuat atau bertindak sesuka hati, melainkan terlebih dahulu meminta permisi kepada orang lain. Dengan adanya sikap tersebut, maka diharapkan jalinan persaudaraan makin erat, serta akan terciptanya sikap saling mengormati. Tentu hal semacam ini sejalan dengan ajaran al-Qur’an tentang saling menghormati. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-Nisa ayat 86

وَاِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا

Terjemah:

“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu”.

 

Budaya Tabe’ mungkin terlihat sepele, namun hal tersebut sangatlah penting dalam tata krama masyarakat yang ada di Sulawesi. Sebab sikap tersebut dapat menghidupkan rasa keakraban meskipun sebelumnya tidak saling mengenal. Di samping itu, budaya Tabe’ mengandung makna keselarasan antara perbuatan dan perkataan, atau yang dalam bahasa bugis lebih dikenal dengan istilah taro ada’ taro gau. Hal ini bisa dilihat dari singkronisasi antara ucapan tabe’ dan gerakan tangan ke bawah.

Menerapkan budaya Tabe’ tentu tidaklah mudah, utamanya di era saat sekarang ini. Olehnya itu sedini mungkin kita mengajarkan kepada generasi muda untuk lebih mengenal budayanya  masing-masing  terutama hal-hal yang berhubungan tentang tata krama. Mengingat hal semacam ini sangat pentiing dalam proses pembentukan karakter anak.

والله أعلم بالصواب

Ternate, 13 Agustus 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

asasas

 sasasasas