Watak Negatif Dihilangkan
Atau Dibudidayakan ?
Oleh : Muhammad
Irfan Hasanuddin
Allah swt
menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuknya. Bahkan kesempurnaan makhluk
yang satu ini dilengkapi dengan sifat (watak) positif maupun negatif. Misalnya,
sifat yang positif seperti sabar, ikhlas dalam menjalani ujian serta cobaan, mempunyai
kemauan yang kuat, pantang menyerah atau tidak gampang berputus asa, memliki
kepercayaan diri, mengakui kelemahan, menerima kritikan, mendahulukan perestasi dari pada prestise dan
lain sebagainya.
Sedangkan sifat
(watak) negatif misalnya, menginginkan kesuksesan tanpa melalui proses, mudah
menyerah serta berputus asa, takut akan resiko, tidak percaya diri, merasa
paling sempurna, merasa paling berjasa, bermental kerdil, serta suka
menunda-nunda waktu.
Tetunya sifat
positif diatas seharusnya ditumbuhkan, dikembangkan, hingga dipelihara. Sebab watak
yang positif akan memberi pengaruh terhadap capain keberhasilan seseorang, atau
dengan kata lain memberikan motivasi terhadap seseorang untuk lebih giat lagi
serta penuh semangat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.
Adapun
sifat negatif tersebut, mestinya ditumbangkan, dilawan bahkan harus dihilangkan. Sebab sifat tersebut hanya akan
menjadi penghambat dalam melakukan sebuah aktifitas. Bila perilaku manusia
dipakai menjadi salah satu takaran dan ukuran, salah persepsi dan estimasi,
maka boleh jadi yang negatif seakan-akan menjadi positif. Akhirnya ketakutan akan
resiko, diberi ulasan serta alasan untuk menjaga kehati-hatian. Demikian pula sifat tergesa-gesa untuk cepat meraih dan memperoleh sesuatu tanpa
bersusah payah yang juga terkadang diberi bumbu dalih mapun dalil sebagai orang
yang memiliki semangat yang tinggi.
Memiliki watak
negatif biasanya tidak akan mencari, akan tetapi lebih cenderung menunggu. Padahal
diluar sana semua orang sementara berlomba-lomba berebut untuk meraih dan
memperoleh kesuksesan. Bagaimana pun cerdasnya otak seseorang, jika masih ada
jurang pemisah antara ilmu dengan amal atau antara tahu dengan berbuat maka
kesuksesan hanya akan menjadi sebatas harapan atau impian yang tidak akan pernah kesampaian.
Demikian pula
kehebatan otak seseorang, bila tidak diimbangi dengan watak, maka ia hanya akan
menjadi sebuah rumus diatas kertas yang tanpa ditunjukkan melalui aktifitas,
atau hanya akan menjadi sebuah angan-angan tentang sebuah rencana yang tidak
dapat terlaksana, sebab hanya menonjolkan kemauan diatas kemampuan.
Disisi lain kadang
kita mendapati suatu problema dimasyarakat tentang adanya orang pintar namun
nasibnya terlantar, kadang juga banyak pemikir akan tetapi kehidupannnya fakir.
Tentunya hal tersebut bukanlah tanpa alasan maupun ulasan. Pada umumnya mereka
menganggap bahwa yang menjadi faktor utama keberhasilan seseorang adalah nasib.
Padahal Allah telah memberikan isyarat bahwa Ia tidak akan merubah nasib
suatu kaum melainkan mereka merubah nasibnya sendiri (QS Ar-Ra’d :11).
Terlepas dari
itu semua, nasib akan menjadi baik jika ada kerja sama antara kesempatan dan
keahlian. Meskipun mempunyai keahlian, namun tidak mempunyai kesempatan maka ia
tidak akan dapat meraih dan mendapatkan nasib yang baik. Kesempatan itu
tidaklah ditunggu, akan tetapi dicari. Peluang itu bukan datang melalui harap,
akan tetapi harus digarap. Kehidupan yang baik itu bukan sekedar
dicita-citakan, melainkan harus diciptakan.
Olehnya itu
kenalilah watak negatif kita agar lebih mudah untuk dihilangkan. Jika tidak
mampu menghilangkan seluruhnya, minimal bisa mengimbanginya, agar selalu
mempunyai titik terang dalam setiap harapan, serta mempunyai pijakan sebelum
mengambil tindakan.
Ternate
20 September 2020
Maa syaa Allah terima kasih ilmunya ustadz. Semoga ustadz sehat selaluš¤²
BalasHapusUstadz boleh bertanya?
amiin terima kasih juga atas Do'anya, silahkan asalkan jangan susah-susah pertanyaannya
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus