Inspirasi Qur’ani (Larangan bersikap dan bersifat tajassus )
Oleh:
Muhammad Irfan Hasanuddin
Beberapa waktu yang lalu, pengguna media sosial kembali
dihebohkan dengan pemberitaan seorang artis ternama yang diduga merebut lelaki
orang (suami) dari istri yang sah atau lebih populer dengan sebutan PELAKOR.
Pengguna media sosialpun tak mau melewatkan pemberitaan yang satu ini. Akhirnya
komentar-komentar pedaspun bertebaran dimana-mana ibarat badai yang menghantam
sebuah negeri.
Pujian-pujian yang pernah disematkan kepadanya sebagai salah
satu generasi milenial yang telah membumikan shalawat utamanya kepada generasi
muda, kini telah tenggelam oleh hujatan yang kian menghantam.
Penulispun teringat pada sebuah kisah yang pernah populer
dimedia sosial, dimana salah seorang guru matematika menuliskan materi soal perkalian
beserta jawabannya di atas papan tulis. Terdapat 10 soal yang Ia tulis lengkap dengan
jawabannya masing-masing, akan tetapi nampak terlihat sebuah kejanggalan,
dimana pada deretan pertama Ia menuliskan jawaban yang salah, yaitu 5 x 1 = 7. Setelah
selesai menulis dipapan tulis, Ia pun berdiri dihadapan para murid yang sedang tertawa
disebabkan oleh jawaban salah yang telah ditulisnya.
Beberapa menit kemudian, para muridnya diminta untuk diam
sejenak untuk mendengarkannya berbicara. Ia mengatakan bahwa “saya tahu bahwa
kalian tertawa karena saya telah menuliskan jawaban yang salah pada deretan
pertama”, hal tersebut sengaja saya lakukan karena saya ingin kalian belajar
sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. Ketahuilah para muridku sekalian
bahwa seperti itulah gambaran dunia yang kelak akan kalian hadapi. Kalian saksikan
sendiri bahwa saya telah menjawab benar sebanyak 9 kali, akan tetapi tidak
satupun dari kalian yang memujiku, malahan kalian semua hanya tertawa
terbahak-bahak bahkan mengkritik saya dikarenakan hanya satu jawaban salah yang
saya lakukan.
Olehnya itu kalian harus menyadari dan merenungkannya bahwa
dunia tidak akan memujimu untuk hal-hal baik yang telah kalian lakukan meskipun
berulang kali, akan tetapi dunia akan siap mengkritik dan menertawakan kalian
untuk sebuah kesalahan meskipun hal tersebut terlihat sepeleh. Namun janganlah
berkecil hati, teruslah bangkit di atas tertawaan dan berbagai kritikan,
kuatkanlah hatimu, karena Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya yang mau
bersabar dalam menghadapi cobaan dunia. Akhirnya para muridpun terdiam dan
terlihat malu seraya menundukkan kepala, mereka menyesali perbuatannya yang
telah menertawakan Gurunya tersebut.
Dari kasus tersebut, kita dapat mengambil hikmah bahwa
terkadang dunia ini tidak akan kehabisan stok dari orang-orang yang sangat siap
dan sigap untuk mengkritik serta mencari-cari kesalahan kita dari segala arah, yang
dalam bahasa agama di sebut dengan istilah tajassus.
Tajassus adalah sebuah term yang biasanya dipakai untuk mematai-matai
seseorang (spionase) atau bisa diartikan sebagai orang yang sengaja mengorek-orek
sebuah berita dengan tujuan untuk mendapatkan informasi. Term tersebut berasal
dari kata jassa-yajussu-jassan yang kemudian pada awal katanya diberi
imbuhan huruf ta dan diberi tasydid pada huruf sinnya, maka
menjadilah kata tajassasah-yatajassasu-tajassusan yang memiliki makna
menyelidiki atau memata-matai. Hal ini senada dengan yang dinukilkan oleh Imam Ibn Manzhur dalam kitabnya lisan
al-‘Arab yang memaknai tajassus sebagai
“bahatsa ‘anhu wa fahasha” artinya mencari berita atau menyelidiki.
Dari definisi tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan tajassus ialah mencari-cari kesalahan orang lain
dengan cara menyelidiki atau memata-matainya. Term ini juga memiliki kemiripan dengan bahasa
yang sering digunakan oleh media sosial, yaitu kata ngejust atau menjust.
Dimana term ini memiliki makna menilai, menghakimi, menggelari, bahkan lebih
spesifik dengan istilah mengkritisi, mensiriki/ dengki atau mencemburui. Sesuai
dengan asal katanya yang diambil dari bahasa inggris yaitu kata “jugde”yang
berarti hakim atau wasit.
Apapun maknanya, istilah tajassus atau yang
lebih populer dikalangan milenial dengan sebutan ngejust, termasuk
akhlak yang tercela dan bahkan keterangan dalam al-Qur’an maupun Hadis
disarankan untuk menjauhinya. Allah SWT berfirman dalam QS al-Hujurat ayat 12
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا
كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا
وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ
اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ
رَّحِيْمٌ
Terjemah:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak
dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang
menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang”.
Pada ayat tersebut, Allah swt memerintahkan kita
agar menjauhi perbuatan prasangka (yang berlebihan), sebab hal tersebut dapat
mengarahkan kita kepada perbuatan dosa. Kemudian Allah swt melanjutkan ayatnya
dengan melarang kita untuk menggunjing seseorang hingga mencari-cari kesalahannya,
baik itu dengan cara menyelidikinya secara langsung maupun bertanya kepada
temannya. Sesuai dengan term tajassasu yang oleh mayoritas ulama tafsir
menafsirkannya dengan makna mencari-cari kesalahan orang lain, tujuannya
semata-mata untuk melakukan tindak kejahatan. Berbeda halnya dengan penggunaan
kata tahassasu yang kadang digunakan untuk mencari dan menggali informasi
yang baik. Sebagaimana firman Allah dalam QS Yusuf ayat 87
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ
يُوسُفَ وَأَخِيهِ
Terjemah:
“(Ya’qub berkata) “Wahai
anak-anakku, pergilah kalian, carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya…”
Dalam riwayatpun
banyak disinggung oleh Nabi saw agar menjauhi perbuatan tajassus, misalnya
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya nomor 6064 dan
Imam Muslim nomor 2563
إِيَّا كُمْ
وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ
تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا
وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا
Artinya:
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan buruk sangka, sebab hal
tersebut adalah sedusta-dustanya ucapan. Dan janganlah kalian saling
mencari-cari kejelekan orang lain, memata-matai, mendengki, membelakangi, dan
saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang memiliki rasa
persaudaraan.”
Seorang ulama ternama yaitu Imam Abu Hatim Ibn Hibban al-Busthi pernah
berkata: bahwa “orang yang berakal, wajib mencari keselamatan untuk dirinya
dengan cara menghidari perbuatan tajassus, kemudian Ia harus sibuk memikirkan
kejelekan dirinya sendiri serta melupakan kejelekan yang ada pada orang lain. Dengan
begitu hati akan menjadi tentram dan damai. Setiap kali Ia melihat kejelakan
orang lain, Ia mengembalikan kepada dirinya yang juga memiliki kejelekan (aib).
Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan
melupakan kejelekan diri sendiri, maka hatinya akan menjadi buta, tubuhnya akan
menjadi letih, serta akan sangat sulit baginya untuk meninggalkan kebiasaan
buruknya.”
والله أعلم بالصواب
Ternate, 21 Februari 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar