Senin, 22 Februari 2021

Ust Wandi dalam kenangan

 Ust Wandi dalam Kenangan


Ust Wandi, demikian sapaan akrab beliau. Orang yang murah senyum senang menghibur serta dapat menghidupkan suasana. Beliau ada sosok pekerja profesional yang senantiasa melaksanakan tugas utamanya sebagai abdi negara di salah satu sekolah negeri. Namun kewajibannya di pesantren Annahdlah Makassar tak pernah Ia abaikan. Sosok beliau tentu sangat dirindukan oleh para santri, perangainya yang ramah membuat gampang dan mudah bergaul dengan siapa saja, tanpa mengenal batasan usia.

Kita semua sangat kehilangan, meskipun tidak pernah diajar langsung oleh beliau, namun saya tidak sekedar menganggapnya sebagai rekan kerja, melainkan menganggapnya sebagai guru saya, sebab secara senioritas di Pesantren serta umur terpaut jauh dengan saya. Beliau  pernah bilang  “jangan panggil saya ust, karena tidak pantaski, saya bukan orang yang mendalam pemahaman agamanya, saya hanya guru matematika”, demikian ucapnya. Sikap tawadhu seperti inilah kadang terlontar dari mulutnya, bahkan kadang minder dengan guru-guru lain yang lebih mendalam pemahaman agamanya.

Saya banyak belajar dari beliau tentang bagaimana mengahadapi santri yang punya karakter yang beragam. Dimana saya perhatikan bahwa karakter pengajaran yang Ia pakai adalah santai tapi serius bahkan ketika berada diluar kelas, Ia tidak memposisikan dirinya  sebagai guru, melainkan sebagai teman dan tidak segan untuk berbaur serta bercanda bersama dengan para santri. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Ia disenangi oleh para santri.

Pelajaran lain yang saya dapatkan dari beliau adalah, Ia tetap memperlihatkan keramahan dan senyuman khasnya kepada orang lain,  padahal bisa jadi ada banyak kesedihan yang Ia sembunyikan. Dan agaknya tidak berlebihan ketika saya menyebutnya dengan istilah guru yang profesional dan mempunyai integritas yang tinggi.

Kini sosok beliau tidak lagi bisa ditemui, namun amal baktinya selama mengabdikan diri utamanya kepada pesantren Annahdlah, dan akan menjadi saksi nyata bahwa Ia orang yang sangat baik. Semoga amal jariyah yang pernah ditorehkannya, akan mengantarkannya ke dalam surga yang Allah telah janjikan. Selamat jalan Ust H. Wandi, terima kasih atas segalanya jasa-jasamu akan selalu kami kenang. Allahummagfir lahu, war hamhu, wa afihi wafu’anhu.

 

 

Ternate, 21-02- 2021

 

Sabtu, 20 Februari 2021

Inspirasi Qur’ani (Larangan bersikap dan bersifat tajassus )

                     Inspirasi Qur’ani (Larangan bersikap dan bersifat tajassus )

Oleh:

Muhammad Irfan Hasanuddin


 

Beberapa waktu yang lalu, pengguna media sosial kembali dihebohkan dengan pemberitaan seorang artis ternama yang diduga merebut lelaki orang (suami) dari istri yang sah atau lebih populer dengan sebutan PELAKOR. Pengguna media sosialpun tak mau melewatkan pemberitaan yang satu ini. Akhirnya komentar-komentar pedaspun bertebaran dimana-mana ibarat badai yang menghantam sebuah negeri.

Pujian-pujian yang pernah disematkan kepadanya sebagai salah satu generasi milenial yang telah membumikan shalawat utamanya kepada generasi muda, kini telah tenggelam oleh hujatan yang kian menghantam.

Penulispun teringat pada sebuah kisah yang pernah populer dimedia sosial, dimana salah seorang guru matematika menuliskan materi soal perkalian beserta jawabannya di atas papan tulis. Terdapat 10 soal yang Ia tulis lengkap dengan jawabannya masing-masing, akan tetapi nampak terlihat sebuah kejanggalan, dimana pada deretan pertama Ia menuliskan jawaban yang salah, yaitu 5 x 1 = 7. Setelah selesai menulis dipapan tulis, Ia pun berdiri dihadapan para murid yang sedang tertawa disebabkan oleh jawaban salah yang telah ditulisnya.

Beberapa menit kemudian, para muridnya diminta untuk diam sejenak untuk mendengarkannya berbicara. Ia mengatakan bahwa “saya tahu bahwa kalian tertawa karena saya telah menuliskan jawaban yang salah pada deretan pertama”, hal tersebut sengaja saya lakukan karena saya ingin kalian belajar sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. Ketahuilah para muridku sekalian bahwa seperti itulah gambaran dunia yang kelak akan kalian hadapi. Kalian saksikan sendiri bahwa saya telah menjawab benar sebanyak 9 kali, akan tetapi tidak satupun dari kalian yang memujiku, malahan kalian semua hanya tertawa terbahak-bahak bahkan mengkritik saya dikarenakan hanya satu jawaban salah yang saya lakukan.

Olehnya itu kalian harus menyadari dan merenungkannya bahwa dunia tidak akan memujimu untuk hal-hal baik yang telah kalian lakukan meskipun berulang kali, akan tetapi dunia akan siap mengkritik dan menertawakan kalian untuk sebuah kesalahan meskipun hal tersebut terlihat sepeleh. Namun janganlah berkecil hati, teruslah bangkit di atas tertawaan dan berbagai kritikan, kuatkanlah hatimu, karena Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya yang mau bersabar dalam menghadapi cobaan dunia. Akhirnya para muridpun terdiam dan terlihat malu seraya menundukkan kepala, mereka menyesali perbuatannya yang telah menertawakan Gurunya tersebut.

Dari kasus tersebut, kita dapat mengambil hikmah bahwa terkadang dunia ini tidak akan kehabisan stok dari orang-orang yang sangat siap dan sigap untuk mengkritik serta mencari-cari kesalahan kita dari segala arah, yang dalam bahasa agama di sebut dengan istilah tajassus.      

Tajassus adalah sebuah term yang biasanya dipakai untuk mematai-matai seseorang (spionase) atau bisa diartikan sebagai orang yang sengaja mengorek-orek sebuah berita dengan tujuan untuk mendapatkan informasi. Term tersebut berasal dari kata jassa-yajussu-jassan yang kemudian pada awal katanya diberi imbuhan huruf ta dan diberi tasydid pada huruf sinnya, maka menjadilah kata tajassasah-yatajassasu-tajassusan yang memiliki makna menyelidiki atau memata-matai. Hal ini senada dengan yang dinukilkan oleh  Imam Ibn Manzhur dalam kitabnya lisan al-‘Arab yang memaknai  tajassus sebagai “bahatsa ‘anhu wa fahasha” artinya mencari berita atau menyelidiki.

Dari definisi tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan tajassus ialah mencari-cari kesalahan orang lain dengan cara menyelidiki atau memata-matainya.  Term ini juga memiliki kemiripan dengan bahasa yang sering digunakan oleh media sosial, yaitu kata ngejust atau menjust. Dimana term ini memiliki makna menilai, menghakimi, menggelari, bahkan lebih spesifik dengan istilah mengkritisi, mensiriki/ dengki atau mencemburui. Sesuai dengan asal katanya yang diambil dari bahasa inggris yaitu kata “jugde”yang berarti hakim atau wasit.

Apapun maknanya, istilah tajassus atau yang lebih populer dikalangan milenial dengan sebutan ngejust, termasuk akhlak yang tercela dan bahkan keterangan dalam al-Qur’an maupun Hadis disarankan untuk menjauhinya. Allah SWT berfirman dalam QS al-Hujurat ayat 12     

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Terjemah:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang”.

Pada ayat tersebut, Allah swt memerintahkan kita agar menjauhi perbuatan prasangka (yang berlebihan), sebab hal tersebut dapat mengarahkan kita kepada perbuatan dosa. Kemudian Allah swt melanjutkan ayatnya dengan melarang kita untuk menggunjing seseorang hingga mencari-cari kesalahannya, baik itu dengan cara menyelidikinya secara langsung maupun bertanya kepada temannya. Sesuai dengan term tajassasu yang oleh mayoritas ulama tafsir menafsirkannya dengan makna mencari-cari kesalahan orang lain, tujuannya semata-mata untuk melakukan tindak kejahatan. Berbeda halnya dengan penggunaan kata tahassasu yang kadang digunakan untuk mencari dan menggali informasi yang baik. Sebagaimana firman Allah dalam QS Yusuf ayat 87

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ

Terjemah:

“(Ya’qub berkata) “Wahai anak-anakku, pergilah kalian, carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya…

Dalam riwayatpun banyak disinggung oleh Nabi saw agar menjauhi perbuatan tajassus, misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya nomor 6064 dan Imam Muslim nomor 2563

إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا

Artinya:

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan buruk sangka, sebab hal tersebut adalah sedusta-dustanya ucapan. Dan janganlah kalian saling mencari-cari kejelekan orang lain, memata-matai, mendengki, membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang memiliki rasa persaudaraan.”

Seorang ulama ternama yaitu Imam Abu Hatim Ibn Hibban al-Busthi pernah berkata: bahwa “orang yang berakal, wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan cara menghidari perbuatan tajassus, kemudian Ia harus sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri serta melupakan kejelekan yang ada pada orang lain. Dengan begitu hati akan menjadi tentram dan damai. Setiap kali Ia melihat kejelakan orang lain, Ia mengembalikan kepada dirinya yang juga memiliki kejelekan (aib). Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekan diri sendiri, maka hatinya akan menjadi buta, tubuhnya akan menjadi letih, serta akan sangat sulit baginya untuk meninggalkan kebiasaan buruknya.”

والله أعلم بالصواب

 

 

Ternate, 21 Februari 2021

 

 

Sabtu, 13 Februari 2021

Valentine’s Day: Kisah Kasih Sayang Yang Tak Dirindukan

 

Valentine’s Day: Kisah Kasih Sayang Yang Tak Dirindukan

Oleh :

Muhammad Irfan Hasanuddin



 

Istilah valentine’s day tentu tidak asing lagi ditelinga, utamanya pada kaum milenial. Valentine’s day  atau  biasa dikaitkan dengan istilah hari kasih sayang yang biasanya dirayakan pada setiap 14 februari. Bentuk perayaannya pun beragam. Mulai dari saling tukar menukar kartu yang diberi ucapan happy valentine atau diberi simbol hati, hingga memberikan hadiah berupa makanan (cokelat) atau bunga mawar kepada orang yang disayangi.

Di Amerika maupun di Eropa, tradisi bertukar kartu mulai populer pada tahun 1847 dimana kartu ucapan tersebut dicetak secara massal oleh Esther A. Howland (1828-1904) ahli percetakan asal Inggris. Tradisi ini pun terus berkembang hingga masuk ke wilayah asia. Namun tradisi yang berbeda dilakukan oleh orang Jepang, dimana para wanita memberikan cokelat kepada pria yang ia senangi. Mereka menamai tradisi tersebut dengan istilah giri choko. Menurut masyarakat setempat, hal tersebut sudah menjadi kewajiban bagi para wanita di Jepang. Bahkan mereka rela mengeluarkan dana yang besar demi memberikan hadiah kepada teman lelakinya. Hal tersebut sesuai dengan makna giri yaitu kewajiban, sedangkan choco bermakna coklat.

Bagimanapun populernya perayaan tersebut, ternyata ada juga yang menolak bahkan sampai mengharamkannya. Sebab menurut mereka, kegiatan tersebut bukan bahagian dari ajaran Islam. Misalnya saja di Malaysia pada tahun 2011, pihak berwajib agama Malaysia menangkap lebih dari 100 pasangan muslim yang sedang merayakan hari kasih sayang tersebut. Bukan hanya Malaysia, para tokoh agama di Arab Saudi pun ikut mengharamkan segala benda-benda atau barang yang terkait dengan perayaan valentine.

Dari beberapa referensi yang penulis dapatkan, ditemukan sebuah sumber bahwa penamaan valentine diambil dari salah satu nama santo atau orang yang dianggap suci dari kalangan kristen yang memiliki kisah cinta yang tragis. kisah tersebut terjadi pada masa kekaisaran Romawi tepatnya abad ke 2 masehi. Dengan banyaknya versi kisah yang beredar, membuat setiap orang berbeda dalam memberikan wawasan tentang hal tersebut.

Olehnya itu sebahagian orang enggan melakukan perayaan valentine, sebab hal tersebut hanyalah kisah yang tidak begitu penting untuk diperingati, bahkan sebahagian yang lainnya menganggap perayaan tersebut sebagai virus yang dapat membahayakan generasi muda. Hal ini sejalan dengan fatwa majelis Ulama (MUI) nomor 3 tahun 2017, dimana umat Islam diberi peringatan agar tidak merayakan valentine, sebab hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan tidak sedikit dari penganutnya yang melakukan hubungan suami istri diluar nikah. Disisi lain hal tersebut bahagian dari tasyabbuh atau meniru perilaku kaum tertentu.

Dalam ajaran Islam, istilah kasih sayang tidak hanya terbatas pada 14 februari saja, bahkan dianjurkan untuk saling mengasihi setiap saat tanpa adanya batasan waktu tertentu, bukan hanya kepada sesama manusia, termasuk  kepada alam maupun  hewan. Salah satu ayat yang dijadikan dasar untuk berlaku kasih sayang kepada sesama adalah firman Allah dalam QS Ali Imran ayat 159

 

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Terjemah:

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal”.

 Ayat ini berkenan dengan peristiwa pelanggaran kaum muslimin pada perang Uhud yang mengakibatkan kalahnya pasukan Islam dalam melawan kaum kafir Quraisy. Kekalahan yang dialami oleh umat Islam tersebut, bukan disebabkan karena tidak adanya strategi atau pasukan yang terlatih, akan tetapi ada hal lain yang dilanggar oleh kaum muslimin pada saat itu hingga akhirnya menimbulkan kemarahan oleh sebahagian umat Islam lainnya.

 Disebutkan dalam tafsir al-Misbah, bahwa ada banyak alasan mengapa manusia emosi bahkan pantas marah ketika menyaksikan perang tersebut. Namun lebih banyak pula bukti-bukti bahwa Nabi saw memiliki kelemah lembutan dalam menghadapi ummatnya. Hal tersebut tergambar ketika Nabi melakukan musyawarah kepada para sahabatnya, walaupun keputusan tersebut kurang berkenan dihati Nabi saw. Beliau tidak sedikitpun memaki apalagi mempersalahkan para pemanah yang telah meninggalkan markasnya.

Di dalam peristiwa tersebut, Nabi saw ingin memperlihatkan kepada ummatnya bahwa kasih sayang dari Allah amatlah besar. Sebagaimana penggunaan kata rahmah yang berbentuk infinitif (nakirah) pada ayat di atas, memiliki makna yang tidak terbatas. Olehnya itu beberapa poin penting yang bisa dijadikan sebagai bahan renungan dari ayat tersebut antara lain:

  1.   Sebesar apapun kesalahan yang dilakukan oleh seseorang, maka berilah maaf dan berlapang dadalah serta belajar ikhlas untuk menerimanya, walaupun kita pantas marah pada hal tersebut.
  2. Rasulullah saw sebagai suri teladan yang baik telah memberikan contoh yang sangat berharga, bukan hanya berlaku lemah lembut kepada umat Islam, termasuk musuh Islampun Ia  masih menaruh rasa simpati.
  3. Meskipun berpredikat sebagai Nabi dan Rasul, beliau tetap melakukan musyawarah dengan orang lain dan bahkan menghargai setiap keputusan yang ada tanpa menyalahkan pendapat yang lainnya.
  4. Saling berkasih sayang antar sesama sudah menjadi kewajiban pada setiap insan manusia. Bukan hanya itu, alam hingga hewanpun wajib berlaku kasih sayang kepadanya.

Dari ayat ini, kita dapat belajar bahwa berlaku kasih sayang dalam ajaran Islam tidak hanya digambarkan pada momen-momen tertentu, seperti halnya perayaan valentine. Memberi ucapan selamat hingga memberi hadiah memang sangat dianjurkan, namun bukan hanya pada perayaan itu saja, melainkan setiap saat/ waktu kita wajib melakukannya. Saling berbagi antar sesama adalah bahagian dari menjalin ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama muslim), wathaniyah (sebangsa/ setanah air), maupun makhlukiyah (sesama makhluk lainnya).

Mengenai perayaan valentine biarlah menjadi sebuah tradisi yang memiliki keunikan sendiri, bukan sesuatu yang harus diikuti. Sebab berlaku kasih sayang bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, tidak terikat ruang dan waktu. Dan yang lebih penting lagi bukan bagaimana cara kita merayakannya, akan tetapi lebih kepada bagaimana cara kita mengekspresikannya, apakah sudah sesuai dengan syariat atau hanya dapat membuat celaka dunia akhirat.

والله أعلم بالصواب

 

Ternate, 14 Februari 2021

Jumat, 12 Februari 2021

4 Musuh Hebat Yang Menghantui Setiap Hari

 



4 Musuh Hebat Yang Menghantui Setiap Hari

Oleh :

Muhammad Irfan Hasanuddin

 

 

Jum’at malam tak sengaja saya membuka sebuah buku sederhana yang membahas sebuah do’a yang diajarkan oleh Nabi saw kepada salah seorang pemuda dari kalangan anshar. Do’a tersebut berbunyi:


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ

Artinya:

            "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemurungan dan kesedihan, dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan serta kemalasan, dan  aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan serta kekikiran, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang serta tekanan dari orang lain ."

Dalam do’a tersebut, setidaknya ada empat hal yang menjadi permohonan utama yaitu: memohon agar terhindar dari kebingungan/ kesedihan, kelemahan/ kemalasan, rasa takut dan pelit, serta berhutang dan tertekan (terjajah) oleh orang lain.

Secara tidak langsung, ternyata keempat hal tersebut telah menjelma menjadi musuh yang merebut kebahagiaan kita setiap hari. (Hamm wa hazn) adalah kemurungan dan kesedihan , dalam artian sedih karena memikirkan perkara-perkara yang telah terjadi, bahkan menyesalinya dengan rasa yang berlebihan, hingga akhirnya iapun larut dalam kesedihan.

Dalam kesedihan tersebut, ia terjebak dalam rasa lemah serta malas (ajz wal kasal),  bahkan perasaan tersebut bisa saja lebih mendominasi dalam diri, serta sulit menghadapi tantangan hidup yang datang silih berganti, ditambah lagi dengan pekerjaan yang tak kunjung terselesaikan, hanya terus menumpuk dan menumpuk memenuhi alam pikiran dan akhirnya merasa sangat mustahil untuk diselesaikan.

Dari dua point sebelumnya, ternyata dapat mengantarkan kita kepada rasa takut dan pelit (jubn wal bukhl). Mental baja yang sebelumnya mendiami dalam diri, seketika berubah drastis menjadi rasa takut, takut menghadapi kenyataan bahkan hari esok. Akhirnya melahirkan sikap eksklusif, dan cenderung menghindar ketika berinteraksi dengan orang lain, bahkan tidak mau berbagi apapun yang ia miliki. Tidak sampai disitu, ternyata point berikutnya akan menjadikan kita manusia yang senantiasa berhutang dan memiliki mental terjajah (ghalabah addain wa qahr rijal). Dan akhirnya kita pun akan kehilangan kebebasan hidup, bahkan nyaris hidup kita tergadai di tangan orang lain.

Jangan biarkan hal-hal tersebut menguasai hidup kita. Usahakanlah disetiap kita terbangun pada pagi hari hingga tertidur kembali di malam hari, bersiap siaga untuk menghadapi musuh tersebut. Setidaknya ada beberapa hal sederhana yang dapat kita lakukan di samping membaca do’a  tersebut, antara lain:

1.      Berusaha keras untuk mengusir rasa takut dan murung dengan cara membesarkan rasa syukur dan ridha dalam diri. Bersyukurlah dengan apa yang telah kita rasa, punya rumah, keluarga, kendaraan, pekerjaan, bahkan bisa bangun kembali dari tidur itupun termasuk hal yang patut kita syukuri. Dan jangan lupa untuk ridha atas apa yang telah terjadi.

2.      Mengusir rasa lemah dan malas dengan mengerjakan apa yang harus dikerjakan. Bukan memikirkan apa yang harus dikerjakan. Mulailah dari hal yang terkecil step by step. Belajarlah untuk menikmati setiap proses yang dijalani, adapun hasilnya, anggaplah hal tersebut sebagai bonus. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang ahli hikmah bahwa sukses itu sederhana, yaitu ketika kita akan tidur, dan melihat pekerjaan kita seharian telah terselesaikan.

3.      Lawan rasa takut dengan berani menghadapinya bukan menghindarinya. Seorang pemberani bukanlah seorang yang tak punya rasa takut, akan tetapi dikatakan seorang pemberani itu jika dapat menaklukkan rasa takutnya. Ada yang mengatakan bahwa khawatir itu terbuat dari 90% imajinasi yang kita dramatisasi, dan 10% nya lagi adalah fakta yang tidak jelas kebenarannya. Dan usirlah sifat bakhil dengan banyak bersedekah. Berusahalah untuk melatihnya dengan mengedepankan rasa gembira saat ada orang yang meminta bantuan, serta anggaplah hal tersebut sebagai sarana yang dikirim oleh Tuhan untuk melatih sifat kedermawanan kita.    

4.      Nasehat yang terakhir adalah hindari berutang dan menjadi budak yang menggantungkan nasib pada orang lain. jadilah manusia yang bebas, dalam artian bebas dari keinginan yang melebihi kebutuhan. Hiduplah dengan sederhana apa adanya tanpa harus membebani pikiran dengan istilah “ada apanya”.

 

Ternate, 13 Februari 2021

 


asasas

 sasasasas