Valentine’s Day: Kisah Kasih Sayang Yang Tak Dirindukan
Oleh :
Muhammad Irfan Hasanuddin
Istilah
valentine’s day tentu tidak asing lagi ditelinga, utamanya pada kaum
milenial. Valentine’s day atau biasa dikaitkan dengan istilah hari kasih
sayang yang biasanya dirayakan pada setiap 14 februari. Bentuk perayaannya pun
beragam. Mulai dari saling tukar menukar kartu yang diberi ucapan happy
valentine atau diberi simbol hati, hingga memberikan hadiah berupa makanan
(cokelat) atau bunga mawar kepada orang yang disayangi.
Di Amerika
maupun di Eropa, tradisi bertukar kartu mulai populer pada tahun 1847 dimana
kartu ucapan tersebut dicetak secara massal oleh Esther A. Howland (1828-1904)
ahli percetakan asal Inggris. Tradisi ini pun terus berkembang hingga masuk ke
wilayah asia. Namun tradisi yang berbeda dilakukan oleh orang Jepang, dimana
para wanita memberikan cokelat kepada pria yang ia senangi. Mereka menamai
tradisi tersebut dengan istilah giri choko. Menurut masyarakat setempat,
hal tersebut sudah menjadi kewajiban bagi para wanita di Jepang. Bahkan mereka
rela mengeluarkan dana yang besar demi memberikan hadiah kepada teman
lelakinya. Hal tersebut sesuai dengan makna giri yaitu kewajiban,
sedangkan choco bermakna coklat.
Bagimanapun
populernya perayaan tersebut, ternyata ada juga yang menolak bahkan sampai
mengharamkannya. Sebab menurut mereka, kegiatan tersebut bukan bahagian dari ajaran
Islam. Misalnya saja di Malaysia pada tahun 2011, pihak berwajib agama Malaysia
menangkap lebih dari 100 pasangan muslim yang sedang merayakan hari kasih
sayang tersebut. Bukan hanya Malaysia, para tokoh agama di Arab Saudi pun ikut mengharamkan
segala benda-benda atau barang yang terkait dengan perayaan valentine.
Dari
beberapa referensi yang penulis dapatkan, ditemukan sebuah sumber bahwa penamaan
valentine diambil dari salah satu nama santo atau orang yang dianggap
suci dari kalangan kristen yang memiliki kisah cinta yang tragis. kisah tersebut
terjadi pada masa kekaisaran Romawi tepatnya abad ke 2 masehi. Dengan banyaknya
versi kisah yang beredar, membuat setiap orang berbeda dalam memberikan wawasan
tentang hal tersebut.
Olehnya
itu sebahagian orang enggan melakukan perayaan valentine, sebab hal tersebut
hanyalah kisah yang tidak begitu penting untuk diperingati, bahkan sebahagian
yang lainnya menganggap perayaan tersebut sebagai virus yang dapat membahayakan
generasi muda. Hal ini sejalan dengan fatwa majelis Ulama (MUI) nomor 3 tahun
2017, dimana umat Islam diberi peringatan agar tidak merayakan valentine, sebab
hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan tidak sedikit dari
penganutnya yang melakukan hubungan suami istri diluar nikah. Disisi lain hal
tersebut bahagian dari tasyabbuh atau meniru perilaku kaum tertentu.
Dalam
ajaran Islam, istilah kasih sayang tidak hanya terbatas pada 14 februari saja,
bahkan dianjurkan untuk saling mengasihi setiap saat tanpa adanya batasan waktu
tertentu, bukan hanya kepada sesama manusia, termasuk kepada alam maupun hewan. Salah satu ayat yang dijadikan dasar
untuk berlaku kasih sayang kepada sesama adalah firman Allah dalam QS Ali Imran
ayat 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ
لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Terjemah:
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad)
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu
maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan
tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertawakal”.
Ayat
ini berkenan dengan peristiwa pelanggaran kaum muslimin pada perang Uhud yang
mengakibatkan kalahnya pasukan Islam dalam melawan kaum kafir Quraisy. Kekalahan
yang dialami oleh umat Islam tersebut, bukan disebabkan karena tidak adanya
strategi atau pasukan yang terlatih, akan tetapi ada hal lain yang dilanggar
oleh kaum muslimin pada saat itu hingga akhirnya menimbulkan kemarahan oleh
sebahagian umat Islam lainnya.
Disebutkan dalam tafsir al-Misbah, bahwa ada
banyak alasan mengapa manusia emosi bahkan pantas marah ketika menyaksikan
perang tersebut. Namun lebih banyak pula bukti-bukti bahwa Nabi saw memiliki
kelemah lembutan dalam menghadapi ummatnya. Hal tersebut tergambar ketika Nabi
melakukan musyawarah kepada para sahabatnya, walaupun keputusan tersebut kurang
berkenan dihati Nabi saw. Beliau tidak sedikitpun memaki apalagi mempersalahkan
para pemanah yang telah meninggalkan markasnya.
Di dalam
peristiwa tersebut, Nabi saw ingin memperlihatkan kepada ummatnya bahwa kasih
sayang dari Allah amatlah besar. Sebagaimana penggunaan kata rahmah yang
berbentuk infinitif (nakirah) pada ayat di atas, memiliki makna yang
tidak terbatas. Olehnya itu beberapa poin penting yang bisa dijadikan sebagai
bahan renungan dari ayat tersebut antara lain:
- Sebesar apapun kesalahan yang dilakukan oleh seseorang, maka
berilah maaf dan berlapang dadalah serta belajar ikhlas untuk menerimanya,
walaupun kita pantas marah pada hal tersebut.
- Rasulullah saw sebagai suri teladan yang baik telah memberikan
contoh yang sangat berharga, bukan hanya berlaku lemah lembut kepada umat
Islam, termasuk musuh Islampun Ia masih
menaruh rasa simpati.
- Meskipun berpredikat sebagai Nabi dan Rasul, beliau tetap melakukan
musyawarah dengan orang lain dan bahkan menghargai setiap keputusan yang ada tanpa
menyalahkan pendapat yang lainnya.
- Saling berkasih sayang antar sesama sudah menjadi kewajiban pada
setiap insan manusia. Bukan hanya itu, alam hingga hewanpun wajib berlaku kasih
sayang kepadanya.
Dari
ayat ini, kita dapat belajar bahwa berlaku kasih sayang dalam ajaran Islam
tidak hanya digambarkan pada momen-momen tertentu, seperti halnya perayaan
valentine. Memberi ucapan selamat hingga memberi hadiah memang sangat
dianjurkan, namun bukan hanya pada perayaan itu saja, melainkan setiap saat/
waktu kita wajib melakukannya. Saling berbagi antar sesama adalah bahagian dari
menjalin ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama muslim), wathaniyah (sebangsa/
setanah air), maupun makhlukiyah (sesama makhluk lainnya).
Mengenai perayaan
valentine biarlah menjadi sebuah tradisi yang memiliki keunikan sendiri, bukan
sesuatu yang harus diikuti. Sebab berlaku kasih sayang bisa dilakukan kapan
saja, dimana saja, tidak terikat ruang dan waktu. Dan yang lebih penting lagi bukan
bagaimana cara kita merayakannya, akan tetapi lebih kepada bagaimana cara kita
mengekspresikannya, apakah sudah sesuai dengan syariat atau hanya dapat membuat
celaka dunia akhirat.
والله أعلم بالصواب
Ternate,
14 Februari 2021