Senin, 05 Oktober 2020

Prestasi = (Keterampilan atau Penampilan) ?

Prestasi = (Keterampilan atau Penampilan) ?


Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

Meraih prestasi masih menjadi motif utama dalam melakukan sebuah kompetisi. Namun seperti yang kita ketahui bersama, tingkat kemampuan maupun keampuhan manusia tidaklah sama. Ada yang mengalami jatuh bangun, terseok-seok, geloyoran dan ada pula yang memiliki kemampuan yang luar biasa bahkan diatas rata-rata.

Bagi yang tidak kuat dan lemah dalam berkompetisi, dengan cepat akan tersisih dan tidak sedikit yang akan merasa iri, sehingga segala daya dan upaya dikerahkan untuk mempertahankan harga diri. Padahal sebuah prestasi dalam kompetisi tergantung pada motivasi atau kemauan, kemampuan, maupun keampuhan.

Dan bukan sesuatu yang mengherankan ketika banyak orang yang melakukan berbagai cara untuk ditempuhnya demi mempertahankan gengsi dan harga diri, tanpa peduli apakah itu halal atau haram, bahkan merugikan diri sendiri atau orang lain. Barangkali falsafah Machiavvelli telah merasuk ke dalam jiwanya sehingga mereka beranggapan bahwa “dalam tujuan bisa menghalalkan berbagai cara”. Mereka yang kental dengan warisan Belanda menyebutnya “het doel heiligh de middelen”, yang keinggris-inggrisan menyebutnya “the end justtifies the mean” atau yang berlaku di kalangan Arab dengan istilah “al-ghayatu tubarirul washilah”.

Olehnya itu tidaklah mengherankan bila kita menyaksikan pola tingkah manusia guna sekedar meraih dan memperoleh pujian dan sanjungan, melalui pola tingkah yang bermacam-macam, tanpa menempuh jalan kesulitan. Seorang mahasiswa misalnya, agar dirinya dianggap pandai melalui takaran dan ukuran IP (indeks prestasi), maka Ia pun mengupayakan untuk mendatangi dosennya atau dengan cara lain agar IP-nya bisa tinggi. kita juga tidak heran bila ada orang yang mengaku usahawan, ketika agunan atau jaminannya diperiksa oleh pihak bank guna memperoleh fasilitas kredit, maka diupayakanlah agar tampak bonafid dengan mendatangkan peralatan mesin serta tenaga kerja milik temannya.

Bahkan pernah terjadi disuatu daerah, yaitu perlombaan desa, dan desa tersebut pernah menjuarai tingkat nasional walaupun yang ditonjolakan hanyalah dari segi penampilan saja tanpa mengedepankan adanya keterampilan. Tentu penilaian ini membuat pihak lain menjadi bengong dan bingung, serta bertanya-tanya mengapa bisa mendapat predikat juara?. Padahal kenyataannya di desa tersebut sama sekali tidak terdapat kemajuan dan kelajuan.  

Demikian pula akibat yang didapat dari usahawan atau mahasiswa seperti diatas. Tentu saja akibat negatifnya lebih besar dari segi positifnya, mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya. Alasannya dikarenakan amal perbuatannya hanya bersifat suguhan bukan bersifat sungguhan. Bila  hal tersebut ditelusuri lebih jauh, maka kita akan mendapati sikap menipu diri (musyawilah), karena antara penampilan dengan keterampilan tidak sama, antara pengakuan dengan kelakuan tidak seimbang, dan akibatnya antara harapan dan garapan tidak mampu menunjang masa depan. Itulah yang disebut nifaq dalam hal prestasi yang hanya semata-mata mengejar prestise.

Wallahu ‘alam bish shawab

 

Ternate, 6 Oktober 2020

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

asasas

 sasasasas