Rabu, 28 Oktober 2020

Pemuda Tempo Doloe VS Pemuda Jatuh Tempo (Refleksi Hari Sumpah Pemuda)

     Pemuda Tempo Doloe VS Pemuda Jatuh Tempo

(Refleksi Hari Sumpah Pemuda)


Setiap 28 Oktober kita senantiasa diingatkan pada sebuah peristiwa sejarah yang sarat akan makna. Hari ini tepat perayaannya yang ke-92 dari kongres pemuda II. Meskipun istilah Sumpah Pemuda tidak muncul dalam putusan kongres, akan tetapi hal tersebut tetap menjadi cikal bakal lahirnya Sumpah Pemuda.

Para pemuda tempo dulu telah banyak mengukir prestasi baik itu bagi dirinya maupun untuk kemajuan bangsanya. Misalnya Muhammad Yamin pemuda asal sumatera Barat yang telah memberikan kontribusi besar untuk menumbuhkan kesadaran serta mampu mengobarkan semangat juang para pemuda pemudi lewat kumpulan sajak-sajaknya, agar mereka mau bersatu untuk melawan para penjajah. Dan hingga kini jasa-jasanya masih terus dikenang sebagai salah seorang pelopor lahirnya Sumpah Pemuda.

Lain halnya dengan Baharuddin Jusuf  Habibie, yaitu pemuda asal Sulawesi Selatan yang telah berhasil mengukir segudang prestasi di negeri Hitler atau Nazi (Jerman). Mulai dari kejeniusannya dalam membuat kereta pengangkut baarang dalam jumlah yang besar hingga keberhasilannya membuat pesawat terbang. Bahkan Ia sempat dijuluki “Mr. Crack” karena berhasil menemukan sebuah teori crack (keretakan) pada bibidang teknologi pesawat terbang dan penemuannya ini telah dipakai oleh perusahaan maskapai di dunia. Hingga kini beliau mencatatkan dirinya sebagai pemilik 46 hak paten di bidang aeronautika. Desain serta konstruksi pesawat udara yang telah dipatenkan tersebut, juga telah diakui oleh dunia Internasional.

Peringatan sejarah  Sumpah Pemuda seharusnya tidak hanya dilakukan secara simbolis saja, melainkan harus ada kontribusi yang jelas untuk memajukan bangsa. Bukan hanya sekedar wacana yang selalu digiring menjadi pelengkap diskusi. Bahkan Presiden Soekarno pernah menaruh harapan besar kepada para pemuda yang dengan lantang Ia mengatakan dalam pidatonya bahwa “Beri Aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Dan Beri Aku 10 Pemuda Niscaya  akan Kuguncangkan Dunia” .

Begitu pentingnya peran pemuda dalam kemajuan bangsa, sehingga ditangannya jualah kita menaruh harapan yang besar untuk bisa berdiri tegak sejajar dengan bangsa-bangsa yang lainnya. Namun ketika mereka lengah dan lambat sadar diri, maka bangsanya pun tidak akan bertaji. bahkan hanya akan menjadi jajahan serta bawahan oleh bangsa-bangsa yang lain.

Pemuda tempo dulu telah memperlihatkan teladan yang berarti serta mengukir segudang prestasi. Dan mereka juga pasti berharap diri agar para pemuda masa kini dapat meneruskan tradisi prestasi bukan sebagai bangsa yang hanya menjadi penikmat modernisasi, serta tak bertaji dizaman yang serba canggih.

Sudah seharusnya pemuda masa kini segera sadar diri untuk memberikan prestasi, berfikir cerdas dan mandiri, tidak semata-mata mengandalkan kekuasaan, kekayaan ataupun ketenaran ayah bundanya. Seperti pepatah Arab yang mengatakan    

إِنَّ الفَتَى مَنْ يَقُوْلُ ها أَنَذَا   #      وَلَيْسَ الفَتَى مَنْ يَقُوْلُ كَانَ أَبِي

Artinya:

“Pemuda yang Sesungguhnya adalah yang berani mengatakan inilah Aku # dan bukan yang hanya berani mengatakan inilah Ayahku”.

Pemuda masa kini adalah harapan bangsa. Ditangannyalah nasib serta maju mundurnya sebuah negara. Jika kehidupannya hanya dihiasi dengan kegiatan yang tidak bermanfaat, apalagi bermalas-malasan, maka Ia termasuk pemuda yang telah jatuh tempo. Maksudnya adalah pemuda tersebut mati sebelum waktunya. Tentu yang dimaksud bukan mati secara jasad melainkan mati secara prestasi. Ia tidak akan dikenang maupun dikenal oleh generasi berikutnya. Demikanlah pemuda yang jatuh tempo yang hanya tahu menghabiskan hari-harinya begitu saja tanpa ada hasil ataupun prestasi. Bahkan bisa jadi Ia hanya akan menjadi beban negara.

Dengan adanya peringatan peristiwa sejarah semacam ini, diharapkan para pemuda masa kini dengan penuh kesadarannya, berusaha untuk menggali potensi diri agar dapat memberikan kontribusi yang berarti serta kembali menempatkan Indonesia sebagai macan asia yang disegani.

“Salam Soempah Poemuda”

 

 

Ternate, 28 Oktober 2020

 

  

Sabtu, 17 Oktober 2020

Komunikasi Antarsel sebagai cerminan hidup yang lebih manusiawi

Komunikasi Antarsel sebagai cerminan hidup yang lebih manusiawi

Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

 

Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan berbagai keunikan. Salah satunya adalah adanya sel sebagai bahan dasar pembentukan jaringan tubuh. Manusia juga mempunyai molekul kimia yag terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk bebas dan terikat, bersifat dinamis dan bergerak serta dapat berinteraksi membentuk unit seluler sehingga membentuk organel yang selanjutnya membentuk sel. Jika diteliti lebih jauh, maka kita akan mendapati stuktur anatomi jaringan tubuh manusia yang terdiri dari berbagai sel yang hidup secara berkelompok dan dapat berkomunikasi seperti layaknya manusia.

Disamping itu, sel juga dapat mengeluarkan zat anti bodi untuk melawan zat racun atau toksin. Sel-sel yang telah terkontaminasi racun, dengan cepat akan menyesuaikan diri bahkan akan mengubah metabolismenya untuk mengatasi keadaan darurat tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan adanya informasi berita dari luar ke dalam sel, bahkan sampai ke inti sel. Sinyal transduksi dapat berupa urutan reaksi kimia yang memberitahukan berita dari luar ke dalam sel bukan saja bertujuan sebagai pertahanan sel tersebut, melainkan termasuk  program kematian sel atau apoptosis. Ajaibnya, program apoptosis ini bersifat individual, tanpa memberikan informasi kepada sel-sel yang lain. 

Perubahan lingkungan pada suatu sel, akan menyebabkan perubahan pada sel lainnnya. Perubahan atau sinyal tersebut dapat berasal dari  sel tetangganya dan dapat pula bersal dari sel yang jauh, dan anehnya tidak ada komunikasi  atau jalur yang memberi sinyal ke sel yang lain kalau suatu sel akan mati.

Sebagaimana diketahui bahwa di antara sel ada yang berumur pendek,  sedang, bahkan ada pula yang berumur panjang, sesuai dengan hidup manusia yang bersangkutan. Umur sel mukosa dan eptel kulit hanya beberapa jam hingga hitungan hari. Adapun umur sel darah merah lebih kurang 120 hari dan umur sel saraf dapat bertahan hingga bertahun-tahun tergantung usia manusianya. Demikian penjelasan dari M. Nurhalim Sahib salah seorang pakar bidang biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.

Fenomena seluler tersebut, mengajarkan kepada kita tentang rahasia kematian. Dimana Allah tetap menjaga kerahasiaannya bahkan sampai  ke tingkat seluler. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS al Waqiah: 60

نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ

Terjemah:

“Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan,” (QS. Al-Waqi’ah:60).

 

Imam Thabathaba’i memahami ayat tersebut sebagai uraian tentang kekuasaan Allah dalam mengatur segala urusan ciptaan-Nya. Ia berpendapat bahwa wujud manusia yang serba terbatas, mulai dari awal penciptaan hingga akhir kehidupannya di dunia dengan segala hal yang  berkaitan dengannya telah diatur sedemikian rupa oleh Allah SWT.

Para Ilmuan telah menemukan bahwa sel-sel manusia, tumbuhan dan hewan, di dalamnya terdapat DNA genom yang dikhususkan waktu kematian selnya. Saat para ilmuan melakukan percobaan memperpanjang umur pada beberapa sel hewan seperti lalat, justru sel-sel tersebut berubah menjadi sel kanker, sel tersebut bisa dikatakan mati atau berubah menjadi sel kanker, dan berakhir dengan kematian.

Demikian halnya dengan manusia, ketika mencoba untuk memperpanjang kehidupan sel manusia, dengan sendirinya sel-sel akan berubah menjadi sel kanker mematikan, sehingga para ilmuan akhirnya memutuskan bahwa kematian tidak kalah penting untuk kehidupan, dan bahwa ia tidak pernah bisa dihentikan. Oleh sebab itu Allah befirman dalam QS. Ali Imran: 185:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْت

Terjemah:

“Setiap jiwa pasti akan merasakan mati,”

 

Bila pada tingkat molekul bisa berkomunikasi dan bermasyarakat dengan baik, mengapa manusia tidak?. Hal ini perlu kita sadari dan hayati. Adanya komunukasi antarasel dan antara molekul itulah yang menyebabkan manusia dapat hidup normal. Berkaitan dengan hal tersebut, telah dikembangkan pula bahwa molekul dari seseorang dapat berinteraksi dengan molekul orang lain, bahkan molekul tertentu dapat digunakan untuk mengenal Ibu dengan anak atau ayah dengan anaknya.

Lebih mutakhir lagi, pengenalan antar suku dan bangsa dapat melalui melokul DNA. Demikian firman Allah dalam QS al-Hujurat ayat 13 yang terjemahannya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”.

Olehnya itu salah satu hikmah diciptakannya sel maupun molekul yang berbeda-beda baik itu sifat maupun bentuknya, tidak lain agar bisa berkomunikasi. Jika sel atau molekul dapatberkomunikasi dengan baik, mengapa manusia tidak ?. Mari berkomunikasi, berinteraksi agar tercipta kehidupan yang lebih manusiawi.

 

Wallahu ‘ala>m bish Shawa>b

     

 

Ternate, 18 Oktober 2020

Senin, 05 Oktober 2020

Prestasi = (Keterampilan atau Penampilan) ?

Prestasi = (Keterampilan atau Penampilan) ?


Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

Meraih prestasi masih menjadi motif utama dalam melakukan sebuah kompetisi. Namun seperti yang kita ketahui bersama, tingkat kemampuan maupun keampuhan manusia tidaklah sama. Ada yang mengalami jatuh bangun, terseok-seok, geloyoran dan ada pula yang memiliki kemampuan yang luar biasa bahkan diatas rata-rata.

Bagi yang tidak kuat dan lemah dalam berkompetisi, dengan cepat akan tersisih dan tidak sedikit yang akan merasa iri, sehingga segala daya dan upaya dikerahkan untuk mempertahankan harga diri. Padahal sebuah prestasi dalam kompetisi tergantung pada motivasi atau kemauan, kemampuan, maupun keampuhan.

Dan bukan sesuatu yang mengherankan ketika banyak orang yang melakukan berbagai cara untuk ditempuhnya demi mempertahankan gengsi dan harga diri, tanpa peduli apakah itu halal atau haram, bahkan merugikan diri sendiri atau orang lain. Barangkali falsafah Machiavvelli telah merasuk ke dalam jiwanya sehingga mereka beranggapan bahwa “dalam tujuan bisa menghalalkan berbagai cara”. Mereka yang kental dengan warisan Belanda menyebutnya “het doel heiligh de middelen”, yang keinggris-inggrisan menyebutnya “the end justtifies the mean” atau yang berlaku di kalangan Arab dengan istilah “al-ghayatu tubarirul washilah”.

Olehnya itu tidaklah mengherankan bila kita menyaksikan pola tingkah manusia guna sekedar meraih dan memperoleh pujian dan sanjungan, melalui pola tingkah yang bermacam-macam, tanpa menempuh jalan kesulitan. Seorang mahasiswa misalnya, agar dirinya dianggap pandai melalui takaran dan ukuran IP (indeks prestasi), maka Ia pun mengupayakan untuk mendatangi dosennya atau dengan cara lain agar IP-nya bisa tinggi. kita juga tidak heran bila ada orang yang mengaku usahawan, ketika agunan atau jaminannya diperiksa oleh pihak bank guna memperoleh fasilitas kredit, maka diupayakanlah agar tampak bonafid dengan mendatangkan peralatan mesin serta tenaga kerja milik temannya.

Bahkan pernah terjadi disuatu daerah, yaitu perlombaan desa, dan desa tersebut pernah menjuarai tingkat nasional walaupun yang ditonjolakan hanyalah dari segi penampilan saja tanpa mengedepankan adanya keterampilan. Tentu penilaian ini membuat pihak lain menjadi bengong dan bingung, serta bertanya-tanya mengapa bisa mendapat predikat juara?. Padahal kenyataannya di desa tersebut sama sekali tidak terdapat kemajuan dan kelajuan.  

Demikian pula akibat yang didapat dari usahawan atau mahasiswa seperti diatas. Tentu saja akibat negatifnya lebih besar dari segi positifnya, mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya. Alasannya dikarenakan amal perbuatannya hanya bersifat suguhan bukan bersifat sungguhan. Bila  hal tersebut ditelusuri lebih jauh, maka kita akan mendapati sikap menipu diri (musyawilah), karena antara penampilan dengan keterampilan tidak sama, antara pengakuan dengan kelakuan tidak seimbang, dan akibatnya antara harapan dan garapan tidak mampu menunjang masa depan. Itulah yang disebut nifaq dalam hal prestasi yang hanya semata-mata mengejar prestise.

Wallahu ‘alam bish shawab

 

Ternate, 6 Oktober 2020

 

 

 

 

Sabtu, 03 Oktober 2020

Manusia Statis VS Manusia Kompetitif

 Manusia Statis VS Manusia Kompetitif

Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

 

Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan dengan sebaik-baik bentuknya. Demikian redaksi al-Qur’an (QS al-Tin:4) mengenai hal tersebut. Namun dibalik bentuk terbaiknya, terdapat dua jenis karakter atau tipe yang secara umum dapat mendiami diri manusia. Yaitu, tipe manusia yang statis dan manusia kompetitif.

Makna statis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia  diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak memperlihatkan adanya pergerakan, cenderung diam, dan tidak aktif. Sedangkan kompetitif diartikan sebagai sesuatu hal yang berkaitan tentang kompetisi (persaingan) atau dapat juga berarti memiliki kemauan yang keras.

Dalam hal kaitannya dengan tipe manusia, jenis manusia yang statis terkadang menyandarkan segala ketergantungan hidupnya baik itu pada kelompok, lembaga atau seseorang yang memberinya naungan. Dan bahkan sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Tipe seperti ini juga terkadang memiliki karakter yang mudah puas terhadap sesuatu, malas mengembangkan imajinasi menjadi prestasi, dan bahkan lebih mendominasi kebiasaan buruknya seperti tidur pulas, dalam artian tertidurnya ide-ide cemerlang hingga brilian, dan akhirnya cita-cita hanyalah tinggal sebatas harapan serta garapan yang takkan pernah kesampaian.   

Hal yang berbeda ditunjukkan oleh tipe manusia kompetitif, dimana tipe yang satu ini memiliki pendirian serta kemandirian yang diwujudkan dalam bentuk amal/ perbuatan (action) dengan berorientasi pada prestasi atau hasil usaha. Manusia yang memiliki jiwa kompetitif senantiasa aktif serta kreatif dalam mengelola hidup, tidak mengemis-ngemis untuk mendapatkan fasilitas, apalagi mewujudkan sesuatu dengan jalan pintas.

Berhadapan dengan sebuah resiko bukan menjadi sebuah persoalan. Karena bagi tipe manusia kompetitif menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang lumrah atau wajar. Mereka punya prinsip bahwa tidak ada orang yang sukses tanpa memliki keberanian untuk mengambil resiko, tentunya melalui perhitungan yang jelas. Dan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bila amal perbuatan terealisasi dengan usaha secara mandiri. Ketika diukur dengan sebuah evaluasi atau supervisi, dengan bangga dan mendabik dada meraka seraya mengucap syukur kepada sang maha kuasa atas segala karunia, serta telah mengangkat gengsi (prestise) dan harga diri.

Olehnya itu tipe manusia statis membutuhkan bimbingan yang khusus untuk mengembangkan setiap ide-ide atau gagasan. Hal ini dimaksudkan agar supaya setiap angan dan cita-citanya dapat terealisasi atau tertuang dalam bentuk amal perbuatan, bukan hanya sekedar bunga-bunga impian yang tak kunjung kesampaian.

Demikian juga dengan tipe manusia kompetitf, agar terus mengembangkan daya kreasi serta imajinasi, hingga memelihara sebuah tradisi yang positif , serta meningkatkan prestasi agar mampu memiliki daya saing.

 

Ternate, 4 Oktober 2020

 


asasas

 sasasasas