Ramadhan
Sebagai Media Pendidikan Karakter
Ramadhan
tiba, ramadhan tiba....... Marhaban ya Ramadhan Marhaban ya syahra Shiyam.
Demikian sepenggal lagu yang sangat populer ketika datangnya bulan suci
Ramadhan.
Dalam
kamus-kamus Arab, Kata Marhaban biasanya digunakan sebagai kata seru
untuk menyambut atau menghormati tamu, yang diungkapkan dengan istilah “selamat datang” dan memiliki kemiripan arti
dengan kata ahlan wa sahlan. Meskipun diklaim memiliki kemiripan makna,
akan tetapi berbeda dalam segi penggunaannya.
Pada
umumnya Ulama menggunakan kata Marhaban untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang
mengandung makna bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan tanpa
menggerutu atau membuat keruh suasana hati kita. Berbeda halnya jika yang
digunakan kata ahlan wa sahlan yang memiliki makna ungkapan selamat
datang yang menyiratkan kepada tamunya bahwa mereka adalah bagian dari keluarga
(tuan rumah) atau dengan kata lain anda berada di tengah keluarga sendiri dan
kemanapun melangkahkan kaki maka akan dimudahkan oleh tuan rumah. Olehnya itu
kata Marhaban ya Ramadhan kita ucapkan untuk menyambut bulan suci
Ramadhan karena ingin mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna
melanjutkan perjalanan menuju kepada Allah swt.
Ketika
menjalankan ibadah pada bulan suci Ramadhan, tentu masyarakat berbeda dalam
menyikapinya. Ada yang menganggapnya sebagai ladang pahala dan ada juga yang
hanya memikirkan keuntungan duniawi semata. Ibadah ramadhanpun hampir
terlewatkan seluruhnya dikarenakan hanya fokus untuk mengumpulkan harta.
Meskipun demikian, masih banyak juga yang masih fokus untuk memperbanyak amal
ibadah, mulai dari tadarusan, shalat sunnah tarawih hingga ibadah-ibadah
lainnya tidak terlewatkan sedikitpun.
Dalam
bulan suci Ramadhan pun kita dituntut untuk memperbaki diri serta meningkatkan
kualitas iman. itu sebabnya Ramadhan juga disebut dengan istilah bulan tarbiyah
atau bulan pendidikan. Selama ramadhan kita dituntut untuk menahan diri dari
segala yang membatalkan puasa, mulai dari hal-hal yang berhubungan dengan makan
dan minum, hingga hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara yang dapat
merusak kualitas puasa, seperti berbohong, mengumpat, ghibah, dan lain
sebagainya. Sebagaimana yang disinggung oleh Nabi saw dalam sebuah hadisnya
bahwa “betapa banyak orang yang berpuasa hanya sekedar menahan lapar dan
dahaga” artinya ada yang berpuasa tapi tidak berkualitas dan bahkan nyaris
tidak mendapatkan pahala.
Di
samping itu, menjalankan ibadah puasa juga menjadi media dari proses
pengaplikasian nilai-nilai pendidikan dan kemanusiaan. Dalam berpuasa tentu membutuhkan
ketekunan hati ketika melakukannya. Dari ketekunan itulah akan melahirkan puasa
yang berkualitas serta kehidupan yang humanis.
Meningkatkan
kualitas hidup lewat puasa yang kita kerjakan, tentu tidak akan lahir dari
sekedar menahan lapar dan dahaga, akan tetapi ia lahir dari konsistensi anggota
tubuh untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan kita bahkan menjerumusukan
kedalam kehinaan. Lebih jauh lagi puasa mendidik kita untuk meningkatkan
kualitas hidup melalui tarbiyah atau
pendidikan, khususnya yang berhubungan dengan karakter dimana esensi pendidikan
karakter terletak pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behavior),
motivasi (motivation), dan keterampilan (skills).
Esensi
pendidikan karakter sebenarnya sudah ada dalam praktik berpuasa. Setidaknya ada
tiga nilai pokok. Pertama, adanya sikap kritis dan peduli terhadap
lingkungan sosial yang ada disekitar kita. Kedua, adanya pertautan atara
kesalehan individual dan kesalehan sosial. Ketiga, lahirnya jiwa
keagamaan yang inovatif, kreatif, dan efisien. Ketiga nilai tersebut, akan
menjadi pedoman dalam implementasi pendidikan karakter. Di samping itu,
puasa juga mengajarkan kepada kita untuk bersikap lebih peka terhadap
lingkungan sekitar agar melahirkan serta menumbuhkan sifat kepekaan sosial
terhadap sesama.
Olehnya
itu menjalani keseharian dalam bulan suci Ramadhan tentu bukan hanya sekedar
memikirkan apa yang dimakan pada waktu sahur maupun pada waktu berbuka puasa,
akan tetapi lebih fokus kepada hal-hal yang dapat menambah kualitas ibadah
puasa yang kita lakukan seperti memperbanyak baca Qur’an, bersedekah, khususnya
saling berbagi antar sesama agar pendidikan karakter yang dibangun akan lebih
terasa. Demikian halnya ketika melaksanakan shalat sunnah tarawih, bukan
sekedar mana yang terbanyak jumlahnya apakah 8 rakaat atau 20 rakaat dan mana
yang cepat atau lambat gerakannya, akan tetapi yang terpenting dari semua itu adalah
mana yang lebih khusyu’ agar mendapatkan predikat shalat yang berkualitas. Wallahu
‘alam bish shawab
Ternate, 18 April 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar