Minggu, 18 April 2021

Ramadhan Sebagai Media Pendidikan Karakter

 

Ramadhan Sebagai Media Pendidikan Karakter

 


Ramadhan tiba, ramadhan tiba....... Marhaban ya Ramadhan Marhaban ya syahra Shiyam. Demikian sepenggal lagu yang sangat populer ketika datangnya bulan suci Ramadhan.

Dalam kamus-kamus Arab, Kata Marhaban biasanya digunakan sebagai kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu, yang diungkapkan dengan istilah  “selamat datang” dan memiliki kemiripan arti dengan kata ahlan wa sahlan. Meskipun diklaim memiliki kemiripan makna, akan tetapi berbeda dalam segi penggunaannya.

Pada umumnya Ulama menggunakan kata Marhaban  untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang mengandung makna bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan tanpa menggerutu atau membuat keruh suasana hati kita. Berbeda halnya jika yang digunakan kata ahlan wa sahlan yang memiliki makna ungkapan selamat datang yang menyiratkan kepada tamunya bahwa mereka adalah bagian dari keluarga (tuan rumah) atau dengan kata lain anda berada di tengah keluarga sendiri dan kemanapun melangkahkan kaki maka akan dimudahkan oleh tuan rumah. Olehnya itu kata Marhaban ya Ramadhan kita ucapkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan karena ingin mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju kepada Allah swt.

Ketika menjalankan ibadah pada bulan suci Ramadhan, tentu masyarakat berbeda dalam menyikapinya. Ada yang menganggapnya sebagai ladang pahala dan ada juga yang hanya memikirkan keuntungan duniawi semata. Ibadah ramadhanpun hampir terlewatkan seluruhnya dikarenakan hanya fokus untuk mengumpulkan harta. Meskipun demikian, masih banyak juga yang masih fokus untuk memperbanyak amal ibadah, mulai dari tadarusan, shalat sunnah tarawih hingga ibadah-ibadah lainnya tidak terlewatkan sedikitpun.

Dalam bulan suci Ramadhan pun kita dituntut untuk memperbaki diri serta meningkatkan kualitas iman. itu sebabnya Ramadhan juga disebut dengan istilah bulan tarbiyah atau bulan pendidikan. Selama ramadhan kita dituntut untuk menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, mulai dari hal-hal yang berhubungan dengan makan dan minum, hingga hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara yang dapat merusak kualitas puasa, seperti berbohong, mengumpat, ghibah, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang disinggung oleh Nabi saw dalam sebuah hadisnya bahwa “betapa banyak orang yang berpuasa hanya sekedar menahan lapar dan dahaga” artinya ada yang berpuasa tapi tidak berkualitas dan bahkan nyaris tidak mendapatkan pahala.

Di samping itu, menjalankan ibadah puasa juga menjadi media dari proses pengaplikasian nilai-nilai pendidikan dan kemanusiaan. Dalam berpuasa tentu membutuhkan ketekunan hati ketika melakukannya. Dari ketekunan itulah akan melahirkan puasa yang berkualitas serta kehidupan yang humanis.

Meningkatkan kualitas hidup lewat puasa yang kita kerjakan, tentu tidak akan lahir dari sekedar menahan lapar dan dahaga, akan tetapi ia lahir dari konsistensi anggota tubuh untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan kita bahkan menjerumusukan kedalam kehinaan. Lebih jauh lagi puasa mendidik kita untuk meningkatkan kualitas  hidup melalui tarbiyah atau pendidikan, khususnya yang berhubungan dengan karakter dimana esensi pendidikan karakter terletak pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behavior), motivasi (motivation), dan keterampilan (skills).

Esensi pendidikan karakter sebenarnya sudah ada dalam praktik berpuasa. Setidaknya ada tiga nilai pokok. Pertama, adanya sikap kritis dan peduli terhadap lingkungan sosial yang ada disekitar kita. Kedua, adanya pertautan atara kesalehan individual dan kesalehan sosial. Ketiga, lahirnya jiwa keagamaan yang inovatif, kreatif, dan efisien. Ketiga nilai tersebut, akan menjadi pedoman dalam implementasi pendidikan karakter. Di samping itu, puasa juga mengajarkan kepada kita untuk bersikap lebih peka terhadap lingkungan sekitar agar melahirkan serta menumbuhkan sifat kepekaan sosial terhadap sesama.

Olehnya itu menjalani keseharian dalam bulan suci Ramadhan tentu bukan hanya sekedar memikirkan apa yang dimakan pada waktu sahur maupun pada waktu berbuka puasa, akan tetapi lebih fokus kepada hal-hal yang dapat menambah kualitas ibadah puasa yang kita lakukan seperti memperbanyak baca Qur’an, bersedekah, khususnya saling berbagi antar sesama agar pendidikan karakter yang dibangun akan lebih terasa. Demikian halnya ketika melaksanakan shalat sunnah tarawih, bukan sekedar mana yang terbanyak jumlahnya apakah 8 rakaat atau 20 rakaat dan mana yang cepat atau lambat gerakannya, akan tetapi yang terpenting dari semua itu adalah mana yang lebih khusyu’ agar mendapatkan predikat shalat yang berkualitas. Wallahu ‘alam bish shawab

 

 

Ternate, 18 April 2021

 

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

asasas

 sasasasas