Jalan Untuk Menggapai Lailatul Qadar
Oleh :
Muhammad Irfan Hasanuddin
Salah satu keistimewaan bulan suci Ramadhan yaitu adanya lailatul
Qadar. Malam tersebut diyakini sebagai malam yang sakral sebab berbagai
urusan akan ditetapkan, do’a-do’a akan diijabah dan bahkan ketika melakukan
ibadah maka akan dilipat gandakan pahalanya hingga seribu kali lipat. Sebagaimana
firman Allah dalam QS al-Qadar:
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْر(1) وَمَآ اَدْرٰىكَ
مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ(٢) لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ (٣) تَنَزَّلُ
الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍ (٤) سَلٰمٌ ۛهِيَ
حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ (٥)
Terjemah:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam
qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam
kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada
malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk
mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar”.
Ayat di
atas yang mayoritas ulama menjadikannya sebagai dasar tentang adanya lailatul
Qadar, namun mengenai kapan dan malam keberapa turunnya masih menjadi sebuah
misteri. Ketika mencermati ayat di atas, maka kita akan mendapati term anzalnahu
yang dipahami sebagai sesuatu yang turun atau berpindah dari tempat yang tinggi
ke tempat yang rendah baik secara material maupun immaterial. Lebih jauh ulama
tafsir memberikan penjelasan bahwa pengunaan kata anzalnahu yang
terambil dari kata anzala sangat jauh berbeda dengan penggunaan kata nazzala
meskipun dari segi akar kata memiliki kemiripan.
Kata anzala
pada umumnya digunakan untuk menunjukkan turunnya sesuatu secara utuh atau
sekaligus, sedangkan kata nazzala digunakan untuk turunnya sesuatu sedikit
demi sedikit atau secara berangsur-angsur. Dari dasar kata inilah ulama tafsir memahami
turunnya al-Qur’an dengan dua proses, yaitu turun secara sekaligus kemudian
setelah itu turun lagi secara berangsur-angsur. Yang dimaksud dengan turun secara
sekaligus, yaitu dari lauhil mahfudz ke langit dunia, dan setelah itu
turun secara berangsur-angsur dari langit dunia sampai kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat jibril selama kurang lebih 23 tahun.
Kemudian
ayat di atas menerangkan tentang lailatul Qadar yang diyakini sebagai
malam kemuliaan. Mulia dikarenakan pada malam tersebut ditentukan berbagai
urusan makhluk sesuai dengan makna ayat min kulli amrin, dan akan terbebaskan
dari segala macam kekurangan baik secara lahiriah maupun batiniyah sehingga
seseorang yang hidup dalam salam akan terbebaskan dari penyakit,
kemiskinan, kebodohan, dan lain sebagainya.
Kemulian
lailatul Qadar yang diuraikan pada ayat di atas, hingga saat ini manusia
belum mampu mengetahui dan menjangkau secara keseluruhan betapa hebat dan
mulianya malam tersebut. Kata-kata yang digunakan oleh manusia sangat terbatas,
dan akhirnya sulit melukiskan, serta nalarnya sukar untuk menjangkaunya. Bahkan
hanya bisa menggambarkannnya dengan istilah malam itu lebih baik dari seribu
bulan. Meskipun demikian, beberapa hadis Nabi menunjukkan tanda-tanda
diturunkannya al-Qadar tersebut. Antara lain hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas ra, Nabi saw bersabda: “lailatul Qadar adalah malam tentram
dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, dan keesokan
paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah.” Beberapa riwayat
yang lainnya juga mengungkapkan bahwa carilah Lailatul Qadar itu pada 10
akhir ramadhan utamanya pada malam-malam ganjil.
Ada hal
yang unik ketika beberapa riwayat menyebutkan untuk mencari lailatul qadar pada
malam-malam ganjil saja khususnya sepuluh akhir ramadhan. Yang perlu juga kita
yakini adalah turunnya malam kemuliaan tersebut akan terus ada hingga kiamat
tiba sesuai dengan penggunaan kata tanazzalul malaikatu (turunnya
malaikat), dimana kata tanazzalu adalah bentuk fi’il mudhari’ yang
digunakan untuk waktu sekarang, sementara berlangsung atau yang akan datang.
Jika melihat
kebiasaan masyarakat khususnya yang ada di Indonesia, pada sepuluh akhir
ramadhan masjid-masjid sudah mulai sepi dan sebaliknya tempat-tempat
perbelanjaan, mall dan sejenisnya mulai ramai bahkan lebih padat dibandingkan
pada awal ramadhan, inilah salah satu hikmah mengapa Nabi mengatakan “carilah lailatul
qadar pada sepuluh akhir ramadhan”. Olehnya itu dugaan sementara bagi penulis
bahwa dengan adanya hadis-hadis yang mengajurkan untuk mencari lailatul
qadar pada sepuluh akhir ramadhan, dapat memberikan sprit keagamaan yang
mulai kendor. ganjaran pahala yang berlipat gandapun menjadi balasan bagi
mereka yang istiqamah hingga akhir ramadhan.
Selama
pencaharian lailatul qadar, dianjurkan untuk memperbanyak ibadah baik itu yang
berkaitan dengan sholat sunnah, i’tiqaf di masjid, tadarusan, memperbanyak zikir,
hingga ibadah-ibadah lainnya. Pertanyaannya kemudian adalah apakah lailatul
qadar itu hanya milik orang yang beribadah mahdah saja?, tentu tidak demikian. Sebab
inti dari menggapai lailatul qadar adalah berbuat kebaikan baik itu
bentuknya dengan beribadah kepada Allah swt mapun membatu sesama. Misalnya saja
di masa pademi seperti saat sekarang ini, bisa jadi para tenaga kesehatan yang
menangani pasien covid-19 juga menginginkan beribadah tiap malamnya, namun apa
hendak dikata daya pun tak sampai dikarenakan harus merawat pasien yang
terjangkit virus.
Contoh seperti inilah yang menggambarkan bahwa menggapai lailatul
qadar itu bukan hanya terbatas dengan melakukan ibadah mahdah semata, namun
masih banyak kebaikan lainnya yang biasa kita lakukan termasuklah para tenaga
kesehatan yang berada pada garda terdepan untuk memberikan jaminan kesehatan kepada
para pasiennya.
Olehnya
itu, menggapai laitul qadar mestinya dicari lebih awal bukan hanya sekedar
memaksimalkan sepuluh akhir ramadhan saja dengan memaksimalkan segala ibadah
yang dilakukan. Dan yang terpenting lagi adalah mencari jalan kebaikan serta
tidak membatasinya hanya dengan ibadah mahdah semata, melainkan juga dapat mengerjakan
beberapa ibadah yang lain seperti merawat atau mengobati pasien covid-19,
menjaga kemanan negara, dan lain sebagainya. Kemudian yang perlu juga dipahami
serta diyakini bahwa malam kemuliaan itu akan terus ada sepanjang tahun hingga
kiamat tiba, maka dari itu persiapkan diri serta pantaskan diri untuk menggapai
malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Wallahu ‘alam
bish Shawab
Ternate, 3
Mei 2021