Minggu, 02 Mei 2021

Jalan Untuk Menggapai Lailatul Qadar

 

Jalan Untuk Menggapai Lailatul Qadar

Oleh :

Muhammad Irfan Hasanuddin


Salah satu keistimewaan bulan suci Ramadhan yaitu adanya  lailatul Qadar. Malam tersebut diyakini sebagai malam yang sakral sebab berbagai urusan akan ditetapkan, do’a-do’a akan diijabah dan bahkan ketika melakukan ibadah maka akan dilipat gandakan pahalanya hingga seribu kali lipat. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Qadar:

 اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْر(1) وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ) لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ) تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍ) سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ )

Terjemah:

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar”.

Ayat di atas yang mayoritas ulama menjadikannya sebagai dasar tentang adanya lailatul Qadar, namun mengenai kapan dan malam keberapa turunnya masih menjadi sebuah misteri. Ketika mencermati ayat di atas, maka kita akan mendapati term anzalnahu yang dipahami sebagai sesuatu yang turun atau berpindah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah baik secara material maupun immaterial. Lebih jauh ulama tafsir memberikan penjelasan bahwa pengunaan kata anzalnahu yang terambil dari kata anzala sangat jauh berbeda dengan penggunaan kata nazzala meskipun dari segi akar kata memiliki kemiripan.

Kata anzala pada umumnya digunakan untuk menunjukkan turunnya sesuatu secara utuh atau sekaligus, sedangkan kata nazzala digunakan untuk turunnya sesuatu sedikit demi sedikit atau secara berangsur-angsur. Dari dasar kata inilah ulama tafsir memahami turunnya al-Qur’an dengan dua proses, yaitu turun secara sekaligus kemudian setelah itu turun lagi secara berangsur-angsur. Yang dimaksud dengan turun secara sekaligus, yaitu dari lauhil mahfudz ke langit dunia, dan setelah itu turun secara berangsur-angsur dari langit dunia sampai kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril selama kurang lebih 23 tahun.

Kemudian ayat di atas menerangkan tentang lailatul Qadar yang diyakini sebagai malam kemuliaan. Mulia dikarenakan pada malam tersebut ditentukan berbagai urusan makhluk sesuai dengan makna ayat min kulli amrin, dan akan terbebaskan dari segala macam kekurangan baik secara lahiriah maupun batiniyah sehingga seseorang yang hidup dalam salam akan terbebaskan dari penyakit, kemiskinan, kebodohan, dan lain sebagainya.

Kemulian lailatul Qadar yang diuraikan pada ayat di atas, hingga saat ini manusia belum mampu mengetahui dan menjangkau secara keseluruhan betapa hebat dan mulianya malam tersebut. Kata-kata yang digunakan oleh manusia sangat terbatas, dan akhirnya sulit melukiskan, serta nalarnya sukar untuk menjangkaunya. Bahkan hanya bisa menggambarkannnya dengan istilah malam itu lebih baik dari seribu bulan. Meskipun demikian, beberapa hadis Nabi menunjukkan tanda-tanda diturunkannya al-Qadar tersebut. Antara lain hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, Nabi saw bersabda: “lailatul Qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, dan keesokan paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah.” Beberapa riwayat yang lainnya juga mengungkapkan bahwa carilah Lailatul Qadar itu pada 10 akhir ramadhan utamanya pada malam-malam ganjil.

Ada hal yang unik ketika beberapa riwayat menyebutkan untuk mencari lailatul qadar pada malam-malam ganjil saja khususnya sepuluh akhir ramadhan. Yang perlu juga kita yakini adalah turunnya malam kemuliaan tersebut akan terus ada hingga kiamat tiba sesuai dengan penggunaan kata tanazzalul malaikatu (turunnya malaikat), dimana kata tanazzalu adalah bentuk fi’il mudhari’ yang digunakan untuk waktu sekarang, sementara berlangsung atau yang akan datang.

Jika melihat kebiasaan masyarakat khususnya yang ada di Indonesia, pada sepuluh akhir ramadhan masjid-masjid sudah mulai sepi dan sebaliknya tempat-tempat perbelanjaan, mall dan sejenisnya mulai ramai bahkan lebih padat dibandingkan pada awal ramadhan, inilah salah satu hikmah mengapa Nabi mengatakan “carilah lailatul qadar pada sepuluh akhir ramadhan”. Olehnya itu dugaan sementara bagi penulis bahwa dengan adanya hadis-hadis yang mengajurkan untuk mencari lailatul qadar pada sepuluh akhir ramadhan, dapat memberikan sprit keagamaan yang mulai kendor. ganjaran pahala yang berlipat gandapun menjadi balasan bagi mereka yang istiqamah hingga akhir ramadhan.

Selama pencaharian lailatul qadar, dianjurkan untuk memperbanyak ibadah baik itu yang berkaitan dengan sholat sunnah, i’tiqaf di masjid, tadarusan, memperbanyak zikir, hingga ibadah-ibadah lainnya. Pertanyaannya kemudian adalah apakah lailatul qadar itu hanya milik orang yang beribadah mahdah saja?, tentu tidak demikian. Sebab inti dari menggapai lailatul qadar adalah berbuat kebaikan baik itu bentuknya dengan beribadah kepada Allah swt mapun membatu sesama. Misalnya saja di masa pademi seperti saat sekarang ini, bisa jadi para tenaga kesehatan yang menangani pasien covid-19 juga menginginkan beribadah tiap malamnya, namun apa hendak dikata daya pun tak sampai dikarenakan harus merawat pasien yang terjangkit virus.

            Contoh seperti inilah yang menggambarkan bahwa menggapai lailatul qadar itu bukan hanya terbatas dengan melakukan ibadah mahdah semata, namun masih banyak kebaikan lainnya yang biasa kita lakukan termasuklah para tenaga kesehatan yang berada pada garda terdepan untuk memberikan jaminan kesehatan kepada para pasiennya.

Olehnya itu, menggapai laitul qadar mestinya dicari lebih awal bukan hanya sekedar memaksimalkan sepuluh akhir ramadhan saja dengan memaksimalkan segala ibadah yang dilakukan. Dan yang terpenting lagi adalah mencari jalan kebaikan serta tidak membatasinya hanya dengan ibadah mahdah semata, melainkan juga dapat mengerjakan beberapa ibadah yang lain seperti merawat atau mengobati pasien covid-19, menjaga kemanan negara, dan lain sebagainya. Kemudian yang perlu juga dipahami serta diyakini bahwa malam kemuliaan itu akan terus ada sepanjang tahun hingga kiamat tiba, maka dari itu persiapkan diri serta pantaskan diri untuk menggapai malam yang lebih baik dari seribu bulan.  

 

Wallahu ‘alam bish Shawab

 

 

Ternate, 3 Mei 2021

 

 

 

 

asasas

 sasasasas