Kamis, 11 Maret 2021

Menggali Makna Tersirat Melalui Peristiwa Isra’ dan Mi’raj

 

Menggali Makna Tersirat Melalui Peristiwa Isra’ dan Mi’raj

Oleh: Muhammad Irfan Hasanuddin

 




Berbicara tentang peristiwa Isra’ maupun Mi’raj, maka kita akan tertuju pada QS al-Isra’:1 dan QS al-Najm: 13-18. Dan yang paling banyak diperbincangkan atau didiskusikan, yaitu QS al-Isra’. Dimana pada surah tersebut mengandung makna yang luar biasa.  namun pada tulisan ini, tidak akan diuraiakan secara ekplisit maupun terinci mengenai  peristiwa isra’ dan mi’raj melainkan akan diuraikan beberapa ibrah (pelajaran)  yang terkandung di dalam peristiwa tersebut.

Pertama. Peristiwa Isra & Miraj bukan hanya sebatas perjalanan spritual semata yang secara khusus diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi yang lebih terpenting adalah cara Allah memberikan balasan kepada setiap hambanya yang mampu menjalani dan melalui gelombang ujian kehidupan yang dihadapi.

Apa yang dialami oleh Nabi hanyalah sebahagian kisah yang mewakili hamba-hamba yang telah diberikan kemuliaan serta keistimewaan dari Allah SWT. Dimana pada saat itu, Nabi mengalami hal yang amat menyedihkan atau lebih dikenal dengan istilah ‘amul huzni. Awal mulanya wafat  Khadijah sang istri tercinta, kemudian menyusul wafatnya sang paman terkasih yaitu Abu Thalib. Olehnya itu Allah ingin menghibur Nabi dengan cara menguatkan hatinya dan memperlihatkan secara langsung kebesaran Allah SWT. Sehingga hati Nabi semakin mantap dan teguh dalam menyebarkan Agama Allah SWT.

Hal ini memberikan pelajaran kepada kita, bahwa siapa pun yang berjuang di jalan Allah, dan menegakkan agamanya, misalnya dengan memakmurkan masjid, memakmurkan majlis ilmu, maupun dzikir, maka Allah akan memberikan kebahagiaan dan keistimewaan baginya. Kemudian yang perlu diyakini juga bahwa dibalik kesulitan maupun kesusahan yang kita hadapi, maka Allah senantiasa memberikan jalan kemudahan, sesuai dengan firman Allah QS al-Insyirah ayat 5-6.

Kedua. Adanya perintah kewajiban menjalankan shalat lima waktu bagi setiap muslim. Jika Nabi melakukan Isra’ Mi’raj dengan ruh dan jasadnya, sebagaimana yang telah disebutkan Sayyid Ja'far Ibn Husain Ibn Abdul Karim Ibn Muhammad Ibn Rasul dalam kitab Al-Barzanji, maka sudah sepantasnya bagi setiap Muslim menghadap (mi’raj) kepada Allah Swt lima kali dalam sehari yang dibarengi dengan jiwa dan hati yang khusyu’. Sesuai dengan perintah Allah أقِيْمُوْاالصَّلاةَ yang memiliki makna “mendirikan shalat” bukan إِفْعَلوْاالصَّلاةَ atau “mengerjakan shalat”, sehingga hal itu tentu tidak memiliki nilai kekhusyuan karena hanya sekedar untuk melaksanakan kewajiban semata.

Olehnya itu, dengan melakukan shalat yang khusyu’, maka diharapkan bagi setiap manusia akan merasa diawasi oleh Allah, sehingga iapun malu untuk menuruti syahwat, hawa nafsu, berkata yang tidak sepantasnya, mencaci maki orang lain, dan berkata bohong. Dan yang terpenting adalah dapat menjadikannya sebagai pribadi yang gemar dan mudah untuk melakukan banyak kebaikan. Tentunya hal tersebut bertujuan untuk mengagungkan keesaan dan kebesaran Allah, sehingga dapat menjadi makhluk Allah yang terbaik di muka bumi ini.

Ketiga. Isra’ & Miraj adalah mukjizat Nabi Muhammad Saw, dengan perjalanan beliau dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian menuju Sidratul Muntaha. Sejarah tersebut menjadi perjalanan pertama manusia di dunia menuju luar angkasa, dan kembali menuju bumi dengan selamat. Jika hal ini telah terjadi di zaman Nabi, 1400 tahun yang lalu, maka hal tersebut memberikan pelajaran bagi umat Islam agar hidup dengan mandiri, belajar, bangkit dan meningkatkan kemampuan, tidak hanya dalam masalah agama, sosial, politik, dan ekonomi, namun juga harus melek terhadap sains maupun teknologi. Sebab perjalanan menuju ke luar angkasa adalah sains dan teknologi tingkat tinggi dimana dapat menjadi salah satu tolok ukur kemajuan sebuah bangsa.

Keempat. Dalam perjalanan Isra’ & Mi’raj, terdapat penyebutan dua tempat ibadah, yaitu Masjid Haram dan Masjid Aqsha. Hal tersebut memberikan gambaran bagi kita bahwa di samping Masjid Haram, ada Masjid Aqsha sebagai bagian dari tempat suci umat Islam. Olehnya itu membela Masjidil Aqsha dan sekelilingnya sama saja dengan membela agama Islam. Dan sudah menjadi sebuah kewajiban bagi setiap muslim (sesuai dengan kemampuan masing-masing) agar berjuang dan berkorban untuk kemerdekaan dan keselamatan Masjidil Aqsha di Palestina. Baik melalui diplomasi politik, bantuan sandang pangan, maupun dengan harta.

            Kelima. Pada akhir ayat yang pertama QS al-Isra’ tersebut, ditutup dengan kalimat “innahu huwas sami’ul bashir”. Ada dua alat panca indera yang disebutkan yaitu kata “sami’u” yang berarti pendengaran dan kata “bashir” yang berarti penglihatan. Salah satu  ulama tafsir mengatakan bahwa penggunaan kata sami’u dan bashir pada ayat tersebut, memberikan sebuah pelajaran penting, bahwa ketika memberikan informasi kepada seseorang, maka dua alat panca indera ini yang paling sulit menerima pembenarannya jika tidak terlibat secara langsung. Makanya bukan sesuatu yang mengherankan jika masih banyak orang yang meragukan keautentikan peristiwa tersebut. Olehnya itu dibutuhkan kepercayaan (keimanan) sebagai faktor utama dalam menerima sebuah informasi termasuk peristiwa Isra’ dan Mi’raj.

Demikian beberapa ibrah dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj semoga kita dapat menjadi pribadi yang lebih bertakwa kepada Allah swt.

 

والله أعلم بالصواب

Ternate, 12 Maret 2021

asasas

 sasasasas