Senin, 28 Desember 2020

Yang Hilang Dari Kita (4) Memudarnya sikap al-Hilm

Yang Hilang Dari Kita (4) Memudarnya sikap al-Hilm 


اللهم أغنني بالعلم وزيني بالحلم وأكرمني بالتقوى وجملني بالعافية

“allahumma agnini bil ‘ilmi wazayyini bil hilmi wa akrimni bit taqwa wajammilni bil ‘afiyah”

Artinya:

“Ya Allah anugerahilah aku dengan ilmu, dan hiasilah aku dengan sifat al-hilm, dan muliakanlah aku dengan ketaqwaan, serta percantiklah diriku dengan kesehatan”

Do’a ini sangat populer dikalangan pesantren. Meskipun beberapa ulama menganggap do’a ini bersumber dari hadis dha’if, namun ada point tersendiri dari do’a tersebut yaitu sebuah permohonan agar dianugerahi sifat “al-Hilm”.

Term al-Hilm terkadang diartikan sebagai sifat yang lemah lembut, namun ahli bahasa mengemukakan makna lain yang dianggap lebih tepat yaitu kebijaksanaan. Dengan kata lain al-hilm adalah sikap tenang, tidak tergesa-gesa, dapat mengendalikan, serta penuh pertimbangan dalam memutuskan sebuah perkara.

Al-Hilm atau response ability inilah yang membedakan orang dewasa dengan anak-anak. Misalnya ketika seorang anak lapar atau sakit, maka sang anak akan langsung menangis tanpa banyak berfikir, berbeda halnya dengan orang dewasa yang terlebih dahulu merespon setiap situasi yang ia rasakan. Jika al-‘ilm (ilmu) dapat diperoleh dengan belajar atau menempuh pendidikan, maka al-hilm dapat diraih melalui proses latihan yang sungguh-sungguh melalui pengalaman hidup, serta mampu mengambil hikmah dari setiap problematika kehidupan yang dihadapinya.

Term al-hilm juga memiliki kesamaan makna dari term al-anah ( الأناة ), dan al-rifq (الرفق ). Al-hilm menuntun kepada pemiliknya untuk memiliki penguasaan diri ketika dalam keadaan marah atau tidak terburu-buru merespon dalam memberikan balasan. Adapun al-anah, memiliki makna berhati-hati dalam menghadapi permasalahan serta tidak tergesa-gesa dalam artian seseorang tidak melihat sebuah permasalahan dari segi lahiriahnya saja, melainkan menelitinya terlebih dahulu yang dalam bahasa agama disebut dengan istilah bertabayyun.

Sedangkan al-Rifq memiliki makna lemah lembut, dimana ketika berinteraksi kepada sesama manusia, ia memperlakukannya dengan penuh kelembutan, bahkan ketika orang tersebut memiliki hak untuk mengeksekusi seseorang atau memberikan hukuman, ia melakukannya dengan lemah lembut.

Mengenai sifat al-hilm, Rasulullah saw pernah memberikan contoh ketika seorang yahudi mendatanginya untuk menagih utang. Sikapnya yang kasar diiringi dengan kata-kata yang menyakitkan pun terlontar dari mulut sang yahudi. Hal tersebut membuat Umar yang ketika itu berada disamping Rasulullah menjadi geram dan naik pitam hingga ia pun menarik kerah bajunya.

Melihat reaksi Umar tersebut, Rasulullah berusaha menenangkannya serta menasehati agar tetap bersikap lemah lembut kepada sang Yahudi tersebut. Pada riwayat yang lain diterangkan bahwa konon si Yahudi tersebut duduk berjam-jam menunggu sambil mengintimidasi, namun reaksi Rasulullah tetap berlemah lembut kepadanya.

Dengan sikap yang ditunjukkan oleh Rasulullah tersebut, akhirnya sang Yahudi merasa tersentuh hatinya dan menyatakan diri masuk ke dalam agama Islam. Sang Yahudi pun mengaku bahwa maksud kedatangannya tersebut bukan sekedar menagih utang, melainkan ingin menguji kenabian Muhammad. Sebab ia mendapatkan keterangan di dalam kitab sucinya bahwa Muhammad punya tanda-tanda kenabian, dan ia telah melihat keseluruhannya kecuali satu yaitu al-hilm.    

Kisah di atas adalah salah satu teladan yang diajarkan oleh nabi untuk merespon setiap persoalan. Dengan sikap ­al-hilm tersebut, Rasulullah saw berhasil mengubah tabiat orang Quraisy dari tradisi padang pasir yang terkenal dengan sifat kerasnya menjadi penuh kasih sayang, dari sikap reaktif serta suka perang menjadi lebih bijak dan mengedepankan musyawarah.

Namun umat Islam di Indonesia yang secara budaya telah dikenal dengan keramahannya, kelihatannya sudah mulai kehilangan ruh al-hilmnya. Hal ini bisa kita saksikan statement maupun status diberbagai media sosial seperti di facebook, twitter, instagram, hingga whatsapp yang cenderung mengarah kepada ujaran kebencian. Bukan hanya itu, berita penuh dengan fitnah bertebaran dimana-mana, serta menshare informasi dari sumber yang tidak jelas. Dan celakanya lagi, kadang dijadikan sebagai bahan referensi dalam memutuskan sebuah perkara, tanpa memikirkan dampaknya.

Olehnya itu Rasulullah mengajarkan do’a kepada kita agar senantiasa dianugerahi dengan ilmu, dihiasi dengan sifat al-hilm, dimuliakan dengan ketaqwaan, serta dipercantik/diperindah dengan kesehatan.

 

Wallahu ‘Alam Bish Shawab.

 

 

Ternate 29 Desember 2020


asasas

 sasasasas